Minggu, 22 Desember 2013

Kekuatan "Terima Kasih"



Sore itu ada anak kos yang hendak pulang ke Jakarta. Orang tua anak kos itu begitu baik terhadap mamaku, sehingga mamaku juga selalu bersikap sama dengan orang tua anak kos tersebut. Anak kos itu selalu memesan masakan yang dibuat oleh mama dan selalu memuji bahwa masakan mama itu enak. Kebetulan sore itu mamaku masak ikan bumbu kuning cukup banyak, sehingga ia memberikan dua ekor ikan kepada orang tua anak kos itu. Ikan bumbu kuning itu pun pergi menuju Jakarta.

Tidak berapa lama, sekitar lima jam kemudian, ada pesan singkat di ponsel mama, ternyata dari ibu anak kos tersebut. Ia mengatakan “Terima kasih ya bu, ikannya enak sekali. Kami langsung habis menyantapnya. Terima kasih sekali lagi”. Mama menatapku, ketika aku sambil makan ayam goreng dan dengan cara sederhana ia mengatakan “seneng ya Hen, kalo apa yang kita kasih orang lain langsung menikmatinya. Apalagi langsung mengucapkan terima kasih”.

Hari itu aku belajar sesuatu. Ibu anak kos tersebut dapat dikatakan adalah orang berada namun ia tidak pernah membeda-bedakan orang, bahkan mamaku yang hanya sekadar berstatus ‘ibu kos’ yang selalu mencuci pakaian anaknya. Ia selalu ramah terhadap mama. Paling penting aku belajar satu hal, orang tua itu selalu mengucapkan “terima kasih” bahkan kepada orang yang dianggap orang lain ‘tidak penting’. Kerendahan hati dan kekuatan “terima kasih” menghantarkan aku pada suatu titik penting, betapapun sederhana sebuah benda apapun juga dari pemberian orang lain, adalah suatu keharusan kita mengucapkan “terima kasih”, karena disanalah kita menghargai cara mereka memberi. Jangan sampai kita lupa mengucapkan “terima kasih” mungkin saja, ia memberi dengan usaha dan kerja kerasnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow my Twitter @_heniie