Jumat, 28 Februari 2014

Optimis seperti Kaleb

Siang tadi aku mencoba melamar menjadi MC di sebuah event besar di Bandung. Walaupun gagal, aku belajar banyak. Walaupun gagal aku berjanji tidak akan pernah kapok untuk mencoba lagi.
Saat wawancara aku mengeluarkan seluruh kemampuan, sayangnya kemampuanku tidak berkata-kata dalam Bahasa Inggris, padahal acara tersebut yang memiliki adalah perusahaan internasional. Kusimpan tekad dalam hati, akan belajar bahasa Inggris dengan sungguh-sungguh. Jangan menyerah. Tetap optimis seperti Kaleb.

Well.. siapa itu Kaleb? Ia adalah salah satu pengintai yang diutus Musa untuk memata-matai tanah Kanaan Pengintai yang lain bilang "Gak mungkinlah kita masuk, buset penduduknya sangar-sangar", tapi Kaleb optimis "Kita bakal masuk ke tanah perjanjian itu". Aku belajar banyak dari tokoh yang 'biasa' ini.
Kalau tidak percaya dibuka lagi ya alkitabnya.
Kaleb optimis, nanti dia bakal dapat jatah di tanah Kanaan, padahal tanah Kanaan belum direbut, tanah Kanaan belum juga sah menjadi milik bangsanya. Tapi dia optimis, dia tegar, dia bilang "tanah itu janji Tuhan, masakan kamu gak percaya sama janji Tuhan". Akhirnya, berjuanglah dia bersama-sama bangsa itu.
Mau tahu, dia dapat tanah Kanaan berapa tahun setelah dia bertekad untuk 'optimis' sambil 'berjuang'?
Empat puluh lima tahun kemudian! Lama banget ya buah 'optimis' dan 'perjuangannya', tapi itulah, buah-buah dari tidak menyerah, buah-buah dari tidak mengeluh, pasti ada janji Allah yang digenapi.

Seperti proses melamar kerja yang tadi siang aku jalani. Aku sudah dua kali melamar pekerjaan. Kedua-duanya tidak diterima. Pertama aku melamar untuk keja part-time di toko cake. Ditolak. Alasan utamanya jelas, aku tidak kreatif dan tidak siap. Kedua, aku melamar jadi MC, kali ini aku  siap, namun karena kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan aku mungkin tidak diterima. Aku masih optimis, aku yakin tidak sekarang akan digenapi, mungkin 'empatpuluhlima' tahun kemudian, atau tidak sekarang. Prosesnya harus dinikmati, dijalani, disyukuri, harus bahagia. Itu ajah nantinya.
Optimis seperti Kaleb dan suatu hari nanti jadi menantu yang baik seperti Rut =D

Izinkan aku mudah lupa tentang dia yang tidak mau berusaha
Izinkan aku mudah lupa tentang komunikasi-komunikasi yang pernah ada.

Rabu, 26 Februari 2014

Tentang Patah Hati

Aku patah hati. Setelah didekati lalu ditinggal pergi
Aku patah hati. Setelah dibohongi dan kejujuranpun tidak ada lagi.
Aku patah hati. Mencoba bangkit lagi itu sulit sekali. Entah harus bagaimana lagi.
Mungkin selama ini aku menutupi, masih mencari kejelasan yang pasti, dan menunggu kedatangannya lagi.
Tidak ada kejelasan selama ini, aku bodoh sekali. Iya aku bodoh sekali.
Sudah tahu kamu hanya ingin bermain-bermain, aku dengan bahagianya berharap bahwa kamu akan menyayangi dengan setulus hati.
Aku patah hati. Merasa dipecundangi, merasa dibodohi.
Aku patah hati. Sudah mengharapkan yang tidak pasti.
Aku patah hati. Menanti janji-janji yang tak kunjung digenapi.
Aku patah hati. Komunikasi kita sudah jarang sekali terjadi. Hampir berminggu-minggu setelah resmi, aku  berusaha tidak membenci.
Aku patah hati. Mengapa waktu cepat sekali berlalu dan kamu lama kembali.
Aku patah hati. Sudah banyak tanda-tanda bahwa aku harus menjaga diri, namun aku keras kepala dan tetap menanti. Seakan-akan kamu akan datang membawa yang aku harapkan pasti terjadi.
Aku patah hati. Kamu dengan dia tanpa pernah aku tahu sudah berapa lama sampai sekarang ini.
Aku patah hati. Karena masa lalu, masa kini, asal jangan sampai masa nanti.
Tentang patah hati, aku mencoba bangkit lagi. Hal yang paling terpuruk lebih dari ini pernah kualami. Masakan aku menyerah dan bersedih sebegini. Aku tidak pernah seserius ini, namun kamu main pergi, aku mengeja dalam hati, namamu sudah pasti. Tuhan tidak pernah lupa janji, Ia pasti membawa seseorang yang baik hati datang di suatu hari nanti.

Selasa, 04 Februari 2014

Saya dan 31 tahun Teruna GPIB

Saya besar dan bertumuh di GPIB. Ke manapun saya pergi dan ketika tiba di hari minggu, saya akan langsung mencari GPIB. Entah mengapa saya tidak berniat pindah ke gereja lainnya, meskipun suara musik di sana terdengar lebih seru, khotbah yang lebih terlihat bersemangat, ataupun janji-janji di hari minggu yang terlihat lebih menggiurkan. Sekali lagi, ini karena hati yang sudah menetap di GPIB. Sehingga, jika di kemudian hari saya bertemu Petrus di dekat Pintu Sorga dan ditanyakan gereja di mana, saya pun tak ragu menjawab, nanti kalau saya sebutkan banyak gereja karena saya sering pindah-pindah gereja, Petrus nanti bingung mencatat.. hihi.. ini becanda. :p
Sedari kecil saya dibawa mama untuk rajin sekolah minggu, mendengarkan kisah-kisah Yesus yang seru dan menakjubkan. Saya juga pernah ikut drama natal, paduan suara anak-anak, ya walaupun suara saya pas-pasan, tapi Tuhan kan bukan juri untuk penilaian suara, Ia juri yang menilai hati kita saat bernyanyi.
Saya pun bersekolah minggu dari kelas satu sampai kelas enam dan tetap sekolah minggu di GPIB Maranatha Bandung.
Lalu saya masuk dunia remaja, masih di gereja yang sama, karena saya sudah dekat dengan beberapa orang, sehingga saya punya semacam 'ikatan' untuk terus bersama mereka. 
Dunia remaja saya dihabiskan di teruna, sebuah wadah untuk ibadah khusus remaja seusia saya pada waktu itu, dua belas tahun sampai tujuh belas atau delapan belas tahun. Umur yang masih sangat labil dan belum bisa mengontrol emosi.
Di sana saya belajar lagu-lagu baru, musik-musik baru, berkenalan dengan teman-teman baru, belajar berani berbicara mengungkapkan pendapat, dan mendapatkan suasana baru. Saya terus bertumbuh di GPIB Maranatha Bandung.
Saya senang sekali ikut kegiatan ini itu di teruna, akhirnya saya berani ikut acara-acara teruna yang mengikutsertakan dari GPIB-GPIB di Bandung. Saya akhirnya berkenalan dengan banyak orang. Kenal teman-teman SMA dan SMP dari tempat-tempat lain. Sebagai seorang remaja, saya juga sempat jatuh cinta, kata orang  "cinta pada pandangan pertama", karena saya menyukainya di saat pertama kali ikut serta acara kebersamaan antar gereja. Dia dari gereja lain dan masih GPIB. Saya tergila-gila padanya. Seiring waktu berlalu, ternyata itu merupakan bumbu remja yang cukup seru. Itu terjadi ketika saya masih dalam lingkup teruna dan hanya di teruna (catet) saya tergila-gila pada seseorang. Waktu itu namanya bukan Pelkat Persekutuan Teruna namun BPK Persekutuan Teruna.
Seperti gereja-gereja yang masih di bawah PGI, GPIB pun juga mewajibkan orang-orang untuk ikut katekisasi sebelum sidi. Sidi adalah pengakuan kita pribadi, jika kita akan setia pada Yesus sampai Tuhan Yesus datang kedua kalinya dan sah menjadi warga gereja. Sehingga sebelum kita berjanji atau mengaku, kita harus diajarkan mengenai banyak hal, mengenai sejarah gereja, menghapalkan pengakuan iman rasuli, mengerti tugas kita sebagai pengikut Kristus di dunia  yaitu diakonia, marturia, dan koikunia.
Saya pun ikut menjadi pelajar katekisasi, setiap hari minggu sesudah ibadah minggu kedua, wajib ikut kelas katekisasi. Walaupun saya sudah ikut katekisasi, di samping itu saya tetap ikut ibadah teruna pukul tujuh pagi, karena saya rasa umur saya memang masih enam belas tahun hampir ke tujuh belas tahun, tergolong masih remaja kan? Karena peraturan sinodal memang begitu adanya. Katekisasi bukan pelkat sendiri setau saya, karena tidak ada pelkat katekisasi di buku GPIB.
Akhirnya setelah di sidi, saya merasa wajib ikut pelayanan, karena tiga panggilan gereja yang tadi. Saya tidak ingin setelah di sidi, saya jadi lupa dari mana saya dibesarkan dan diajarkan mengenai kasih Yesus. Akhirnya, menjadi pelayan di Teruna adalah pilihan saya. Jangan tanya "kenapa?", karena saya juga tidak tahu jawabannya. Ada ikatan di sana, saya juga sulit mendefinisikannya, saya belajar banyak hal di sana, dan saya juga ingin membagi apa yang saya alami di teruna sebelumnya kepada adik-adik saya kelak.
Mungkin saya memang tidak punya banyak talenta, ketika melayani saya masih terbata-bata, karena harus pandai-pandai menjaga perasaan anak-anak remaja. Di sisi lain, pada waktu menjadi pelayan yang masih baru, saya juga sulit menjaga sikap, maklumlah... usia saya masih remaja ketika disidi.
Mungkin sikap saya juga masih kurang menyenangkan sampai sekarang, namun saya sedang belajar mengontrol itu semua. Menjadi seorang pelayan, menjadikan saya belajar banyak hal. Kedewasaan saya coba diasah dalam melayani Tuhan melalui anak-anak remaja. Belum berhasil memang namun bukankah kita harus terus belajar?
Tahun demi tahun saya pelayanan di teruna, usia teruna ternyata sudah menginjak dua puluh lima tahun lebih ketika saya ikut ambil bagian dalam pelayanan. Lalu usia teruna sekarang 31 tahun, saya melihat perkembangan remaja sekarang, saya jadi mengerti pada waktu itu mengapa pada saat saya usia teruna juga terlihat emosional, bahagia, labil, dan sebagainya. Dari mereka, anak-anak remaja saya belajar banyak hal. Keaktifan, kreatifitas, pendapat-pendapat yang ingin didengar, kelucuan mereka, kepolosan mereka, dan yang seru mengobrol dengan mereka, seakan-akan usia kita akan tetap remaja dan penuh semangat empat lima. 
Tidak selamanya pelayanan itu menyenangkan, kadang ada saja yang tidak membahagiakan. Keegoisan kadang diutamakan, sehingga pernah berpikir untuk berhenti dan keluar saja dari sana, namun magnet dari mana, saya akhirnya kembali lagi, kembali lagi, dan kembali lagi. Mungkin Tuhan ingin saya semakin belajar, semakin sabar, dan saya sedang mencoba. Kekompakan kakak-kakak pelayan mungkin menjadi salah satu faktornya, saya bersemangat di teruna.
Dan faktor lainnya.. mungkin saja karena saya anak tunggal dan saya ingin memiliki adik-adik yang supel dan super. Saya mendapatkannya di teruna :)
Tahunn lalu saya diteguhkan menjadi pelayan, sebelumnya saya memang tidak mau, dan terus menghindar karena masih ragu.  Karena saya seperti sudah ada ikatan, akhirnya saya mencoba menjadi pelayan. Sampai sekarang memang belum melakukan yang terbaik untuk Tuhan, namun saya ingin selalu mencoba melakukan dengan tulus, apapun itu. Saya sedang mencoba.
Sejak diteguhkan saya mulai belajar menjadi pembawa firman, kamu harus tau, sulitnya membawa firman, karena kita sedang mengajar kepada anak-anak remaja yang hatinya masih ke mana tak tentu, pikirannya entah ke mana saat sedang mendengarkan firman, atau saingan zaman sekarang adalah mereka lebih memilih bermain teknologi. Tantangan dan sukacita kadang hadir menjadi satu. Ketika membawa firman, kita juga harus melakukan firman itu, dan puji Tuhan saya sedang mencobanya, dan saya sudah melewati usia-usia mereka, jadi saya sedikit banyak mengerti problematika mereka sebagai remaja. Lalu mengajarkan bagaimana Firman Tuhan bisa diterapkan dalam kehidupan anak-anak remaja.
Sudah 31 tahun teruna, kira-kira enam tahun lalu saya melayani di sana, dan kira-kira sudah enam tahun pula saya merasakan kecewa dan bahagia. Namun remaja-remaja atau biasa disebut adik-adik teruna ini selalu membawa sukacita, curhat-curhat mereka, rasa ingin tahu mereka, pertanyaan mereka, kreatifitasan mereka, kadang membuat saya berdecak kagum. Mereka luar biasa, Tuhan pakai mereka anak-anak remaja untuk menjadi saksi di tengah-tengah perbedaan.
Tantangan dan sukacita itulah yang mungkin tidak saya temukan di pelkat lain.
Selamat ulang tahun Pelayanan Kategorial Persekutuan Teruna GPIB ke 31, terus maju dan berkarya untuk gereja, bangsa dan negara :)

Sabtu, 01 Februari 2014

Lihat Sekitar

Sore itu saya sengaja berjalan-jalan sendiri ke salah satu mal di kota Bandung dengan harapan dapat menghilangkan tumpukan penat yang ada di kepala dan yang ada di hati. Saya akui berjalan-jalan sendiri di sebuah mal tidak akan membuat masalah akan selesai atau penat hilang segera, tapi perlu kalian akui berjalan-jalan sendiri itu menyenangkan, betapapun tempatnya membosankan.
Sebenarnya saya tidak lama-lama di dalam mal itu, karena pendingin ruangan yang buruk di sana, membuat mata saya perih dan kepala saya sedikit pusing. Saya memutuskan untuk membeli sebuah roti dan berjalan-jalan ke toko-toko baju, mencobanya sendirian, tanpa membeli satu potongpun. Saya kan tidak berniat membeli, hanya berniat mencoba dan pergi. Ya siapa suruh baju-baju itu dipajang di situ.
Kemudian dengan semangat empat lima saya ke toko sepatu, mencobanya dan menaruh lagi. Agak sedih juga ketika melihat sepatunya cocok tapi dompet saya meronta tidak setuju.
Selebihnya saya duduk sendirian di tempat makan, mendengarkan beberapa anak SMA masih berpakaian seragam lengkap bercakap-cakap mengenai guru yang menyebalkan dan salah satu temannya yang pelit memberikan contekan kepada mereka. 
Melihat ke depan, beberapa perempuan dengan sepatu tinggi-tinggi, mengoprek hape mereka, seakan-akan kiri kanan mereka bukanlah teman mereka, padahal mereka bisa berbicara apa saja sambil kumpul-kumpul. Ya.. berbicara mengenai keadaan bangsa ini misalnya... dan itu pasti tidak mungkin terjadi, mereka terlalu sibuk dengan media sosial milik mereka sendiri.
Jauh ke belakang, saya melihat seorang laki-laki sedang merokok, tampaknya dia masih memegang perinsip "habis makan ya merokok". Lelaki itu menghabiskan satu batang lalu minum jus jeruk kemudian berlalu dari sana. 
Ada lagi seorang pemuda dan pacarnya, iya pacarnya perempuan kok, masih ada yang normal-tenang saja. Mereka sedang makan dengan lahapnya, saya rasa mereka terlalu bersikap 'bodo amat' terhadap orang di depannya, tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka berdua. Percakapan jarang keluar dari mereka, buat saya ini justru menarik. Mengobrol saat makan itu tidak benar adanya dan mereka masih menaatinya. Kadang aturan lama yang dianggap sudah tidak sesuai zaman justru menjaga kesehatan kita.
Satu gigitan lagi roti saya segera habis dan minuman yang saya pesan juga sudah setengah gelas. Keadaan di luar tentu masih panas, karena saya masuk mal ini sekitar pukul 11:00 dan sekarang masih pukul 12:00 artinya saya sudah satu jam di mal ini.
Sebelum beranja saya masih melihat sekeliling, orang-orang yang datang semakin banyak saja, mungkin karena jam makan siang sudah dimulai.
Saya menyandarkan punggung ke belakang dan menghabiskan satu tegukan lagi, lalu berencana pergi.
Tidak lama mata saya menangkap seseorang, dia sendirian di sudut food court itu. Saya mengalihkan pandangan dan saya akhirnya sadar, sedari tadi sudah diperhatikan oleh dua mata asing.
Lelaki itu berkaos hitam dan memakai kaca mata, saya cepat-cepat memutar kepala saya ke arah lain berharap kami tidak lagi saling memandang. 
Lelaki itu juga memutar kepalanya dan kembali memainkan ponselnya. Mungkin ia juga mengetik sesuatu di blognya.

Ternyata tidak hanya saya yang hobi melihat sekitar, orang lain juga memiliki hobi yang sama. Hanya saja kita terlalu angkuh, bahwa kita orang pertama yang melihat sesuatu dengan pandangan berbeda dan karena kita merasa lebih dulu melihat, kita tidak mendengar penjelasan orang lain.
Jadi, tidak selamanya kan seorang pengintai tidak punya saingan. Mata kita adalah mata yang bebas melihat ke mana saja, berguna untuk menemukan apa saja. Kejujuran, kebohongan, kebahagiaan, keganjilan semua dapat dilihat dengan mata. Namun jika kita bisa melihat sekitar dengan waktu yang lama, pergi sendirian, kita akan melihat hal yang berbeda dan hati kita akan menemukan yang berbeda.
Lihat sekitar, jangan tunjukkan dirimu dulu dan dengarkan orang lain. Pertukaran pikiranpun pasti terjadi dan manfaatnya akan dirasakan nanti.

Saya menarik tas saya dan keluar dari mal itu, tentu saja dengan rasa penasaran, "lelaki tadi menulis apa ya di ponselnya"

Follow my Twitter @_heniie