Kamis, 25 Juli 2013

Lampu Baru Milik Jeruk

Menjelang subuh, Jeruk terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam dindingnya dan baru pukul satu pagi. Ini menandakan Jeruk tidur tidak nyenyak. Ia sudah tidur dari pukul sepuluh malam. Namun kegelisahan tiba-tiba mendatanginya sepagi ini. Ia menatap sekilas cahaya di jendela kamarnya, ia tahu lampu di luar sana masih terjaga tanda kehidupan masih berjalan. Jeruk mengambil posisi duduk. Kamarnya masih dalam keadaan gelap. Jeruk selalu mematikan lampunya sebelum tidur, menurut beberapa ahli, mematikan lampu saat tidur itu baik untuk kesehatan. 
Jeruk mengusap matanya. Ia melamun agak lama. Sedikit melihat perjalanan hidupnya menari-nari dalam kegelapan. Tiba-tiba cahaya putih di luar jendela itu membesar.

"Hai Jeruk"
Jeruk tercenang bukan main. Cahaya itu berbicara kepadanya. Lampu di luar jendela yang selama ini ia abaikan, kini menjadi fokus utamanya. Lampu itu berbicara. Jeruk ingin beranjak, namun ia takut setengah mati. Lebih baik di sini saja pikirnya. Di dekat selimut, agar ia bisa menutup wajah, jika sesuatu yang buruk terjadi.
Jeruk membuka telinganya lebar-lebar, ia mau tahu apa saja yang akan dikatakan sang lampu dibalik jendelanya.
"Hai Jeruk. Kamu bermimpi buruk ya?" Lampu itu mulai berkedip. 
"Ha? iya.... betul." Jeruk menjawab dengan gugup. Ia ingin sekali bertanya kepada lampu "Hai.. lampu mengapa kamu berkedip?" Namun Jeruk menyimpan pertanyaan itu dalam hati. 
"Kenapa kamu melamun?" Giliran lampu itu berkedip semakin kencang
"Memikirkan hidup" Jawab Jeruk singkat. Namun pertanyaan awal Jeruk kepada lampu masih tersendat di pertengahan tenggorokan. Jeruk memilih memandang lampu yang berkedip.
"Kamu sedang kuatir ya? masa depan? sesuatu?" Lampu itu berkedip semakin hebat.
"iya" Jeruk tegas menjawab. Kali ini ia tidak ragu. Ia yakin, lampu itu sudah masuk ke dalam pikirannya dan membaca semua hal tentangnya.
"Lebih baik kamu tidur lagi. Tidak perlu kuatir. Besok pagi akan ada lampu baru menggantikanku. Sama seperti masalahmu. Akan ada masalah baru yang menunggumu. Tidak perlu kuatir. Yang paling penting kamu tidak gentar. Selamat tidur" Lampu yang berbicara banyak, sambil berkedip-kedip kencang, kini mati. Tidak secara perlahan. Namun terjadi begitu cepat.
 Pertanyaan yang Jeruk simpan, kini tidak berguna lagi.

Kegelapan menyelimuti Jeruk. Sinar di balik jendela itu menghilang. Ia takut. Tidak ada lagi sinar kecil menemani malamnya. Lampu itu sudah padam. Entah mengapa, Jeruk memilih tidur lagi. Ia yakin, masalahnya akan sama seperti lampu itu. Mati dan padam suatu hari nanti.

Keesok harinya, Jeruk melihat beberapa orang dengan sibuk sedang mengganti sesuatu di balik kamarnya. Ternyata menggantikan lampu yang kemarin menemaninya bercakap-cakap. Jeruk heran. Ia mengerutkan keningnya. Kemudian bertanya kepada kedua orang yang sedang menggantikan lampu 
"Mengapa diganti Pak?"
"Lampunya sudah 'putus'. Gak bisa nyala lagi. Kalo gak diganti, ntar gelap dong" Setelah menggantikan lampu lama, kedua orang tersebut lalu pamit pergi membawa lampu yang kemarin berbincang dengannya.

Jeruk menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti sekarang. Ada saatnya kesusahan akan pergi dan diganti dengan 'lampu baru'. Namun kebahagiaan itu juga tidak akan berlangsung lama, suatu saat 'lampu baru' ini akan mati kemudian pergi lagi. Selalu demikian. Benar kata lampu lama "besok ia akan ada yang menggantikan" dan lampu lama tidak sedih. Ia tidak merasa akan dibuang. Karena jika waktunya gelap, makan memang itulah saatnya. 

Jeruk mengamati lampu baru di atas kepalanya dan mengamati jendela menuju kamarnya. Ia akhirnya yakin, tidak ada yang perlu dikuatirkan dari hidup ini. Karena kegelapan akan segera diganti dan untungnya kemarin ia tidak melanjutkan lamunannya yang lebih buruk.
Jeruk kemudian menuju kamar mandi dan berangkat pagi-pagi.

Rabu, 24 Juli 2013

Mendoakan

Mendoakan orang yang membenci kamu.
Oke topik malam ini agak berat.
Sebenarnya mendoakan orang yang membenci dan (melupakan) itu lebih beban daripada mendoakan bangsa Indonesia yang penuh masalah.
Apalagi dan oh ternyata yang membenci kamu adalah teman kamu sendiri. Cukup dekat. Namun penuh masalah di dalamnya. Membayangkannya saja sudah ngeri sendiri.
Bagaimana bisa, ternyata diam-diam ada sekelompok orang yang membicarakan kamu di belakang. Padahal sudah berjanji untuk terbuka. Bagaimana bisa, mengerti orang-orang yang selalu minta dimengerti. Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa memahami orang yang sudah lupa akan temannya sendiri. Bagaimana bisa.
Bisa... kuncinya adalah mendoakan mereka.
Harus melepaskan segala rasa benci dan marah yang tersulut emosi. Karena itu paling berat.
Ah.. Heni... nulis ajah gampang. Kamu sendiri ngejalaninya masih susah toh?
Iya bener... nulis ini sebenarnya buat membuat kadar emosi gak semakin naik di jejaring sosial.
Gimana ya rasanya dilupain teman sendiri?
Gimana coba rasanya tidak dipedulikan lagi?
Tetiba ada yang bilang "silahkan bercermin!" Kalau begitu, sudahkah kamu paham apa yang barusan kamu lakukan. Aku bahkan melakukan hal yang sama. Kesepian yang kamu maksudkan adalah suatu cibiran paling menyebalkan.
Kemudian teringat sesuatu. Mendoakan. Sudah saatnya berbeda sikap.
Rasanya sakit Tuhan. Ketika Engkau mengatakan "Jika ada yang menampar pipi kirimu, berikan pipi kananmu". Sakit.
Pada akhirnya, harus mendoakan mereka.
Jika, ternyata memang belum bisa berbaikan lagi. Biarkan nanti ada yang lebih tulus dan baik hati. Menanti tanpa pamrih. Karena sahabat sejati adalah perjuangan mempertahankan diri. Bukan dari cemoohan orang lain tapi mendoakan mereka setiap hari.
 


Berjalan kaki mencari inspirasi. Sering dilakukan menjelang sore hari. Ingin berjalan kaki sambil mengitari bumi. Bertemu orang-orang baru yang selama ini dicari. Namun itu hanya mimpi. Ia menghalangi. 
Punya mimpi bertemu dengan orang-orang baik hati. Ternyata itu hanya topeng dalam selimut diri. 
Kemudian berjalan lagi. Selangkah lagi. Jatuh lagi. Ada yang datang menolong, namun lambat laun pergi dan tidak kembali.
Berjalan tanpa henti. Mencari jati diri. Lalu percaya, tidak ada teman sejati. 

Sekat Semu

Dari beberapa minggu belakangan ini, sering banget berkicau di twitter soal 'sekat'. Coba kalian buka Kamus Besar Bahasa Indonesia kalian. Sekat adalah sesuatu seperti dinding, kerai dsb untuk membatasi atau memisahkan ruang. Saya pikir ini analogi yang bagus untuk menggambarkan sebuah pertemanan yang mulai 'disekat'.
Ya.. disekat berbagai rahasia. Disekat berbagai kecurugiaan. Disekat berbagai kecemburuan. Disekat berbagai kebosanan. Hingga pada akhirnya timbul perselisihan. 
Sekat yang dibangun tidak terlalu nampak. Hanya saja terlihat semu. Terlihat penuh tanda seru. Dibangun perlahan. Dibangun diam-diam.
Kepekaan bahkan mulai luntur. Faktor luar mungkin pemicunya. Harap maklum. Semua orang berubah seperti cuaca. Tiba-tiba dan kadang-kadang sulit diprediksi. 
Sekat yang dibangun juga perlahan terlihat kokoh dan menunjukkan keberadaannya.
Contohnya begini, ada beberapa hal yang mungkin tidak dibagi. Cerita yang sama misalnya atau perkembangan cerita yang sama misalnya. Bahan pembicara yang sama misalnya. Pembicaraan baru penuh kontroversi misalnya.
Ada beberapa kejadian yang semakin menguatkan pembangunan sekat semu tersebut.
Menghilangnya komunikasi, menghilangnya ajakan, menghilangnya kepercayaan, dan melupakan yang ada.
Tak mau berpanjang lebar. Jika, sekat semu semakin kokh terbangun. Pertahanan yang dahulu... mungkin akan bergerak menjauh. Membuat sekat-sekat lain yang lebih rumit. Bukan hanya satu sekat. Akan semakin banyak sekat. Semakin sering.

Sebenarnya, lagi kesal dengan beberapa orang. Tapi gak papa. Mungkin... ada kalanya, harus melangkah dalam kesedirian. Menutup telinga untuk sindiran. Menghiraukan nasehat. Karena nasehat manusia tidak selamanya mengandung kebenaran.
Nyatanya, sekat semu pun menjadi taruhan.

Selasa, 23 Juli 2013

Pangkuan Ayah

Hujan berjatuhan. Ada banyak kejutan yang terjadi beberapa hari ini. Baiknya kutuliskan saja. Sebelum lupa berbagai cerita.
Hari senin kemarin adalah hari senin kecerobohan. Mungkin tidak ada ampun lagi untuk kesalahan yang satu ini. Datang terlambat ke kelas dan test sudah berlangsung 30 menit. Deg... sudahlah. Pasrah. Hasilnya... nilai yang menampar wajah terasa memerah. Tidak ada lagi ampun untuk tindakan yang selalu menimang nimang waktu.
Sepulang kuliah. Aku Naik bis kota dan bisnya super tua. Aku duduk di sebelah dua orang laki-laki.
Kedua laki-laki ini diam seribu bahasa. Anak laki-laki itu tertidur di dada ayahnya. Ia berkali-kali melorot ke bawah. Ayahnya, berkali-kali membawa anak tersebut kembali ke bagian dada. Supaya hangat dan anak laki-laki itu merasa nyaman.
Sang ayah ikut tertidur dan aku tetap membaca buku. Sambil mencuri pandang ke arah mereka berdua. Aku berpikir sesuatu.
Anak laki-laki ini tidak rewel. Berbeda dengan anak laki-laki yang dipangku seorang ibu.
Yang dipangku seorang ibu, biasanya akan meronta dan cendrung tidak bisa diam.
Kedua laki-laki ini lalu tertidur pulas.
Aku pernah membayangkan apa rasanya tidur dan memeluk seoarng laki-laki tua penuh dengan bijaksana saat masih kecil dulu.
Menyenangkan. Aku selalu tahu, anak laki-laki yang ada di pangkuan ayahnya juga merasa menyenangkan. Menyenangkan dalam mimpinya

Kamis, 11 Juli 2013

Berjalan sambil Menerima

Entah harus mencucurkan air mata atau tersenyum sambil menutup muka, ketika melihat kondisi nilai yang seakan-akan statis. Bersyukur? Iya pasti karena pepatah mengatakan "lebih sulit mempertahankan daripada membuat naik ke atas"
Sudah berjanji kepada diri sendiri, tidak akan kecewa jika mendapatkan nilai sesuai ataupun tidak sesuai perjuangan tanpa ada walaupun. Seakan semuanya sudah diatur dan sekalipun sudah melakukan yang terbaik, jika memang sudah waktunya terjadi. Terjadilah. Apapun... ya apapun itu.
Hal yang benar-benar harus dilakukan sekarang adalah menerima. 
"Bukan Ukuran Saya" iya.. postingan tersebut kembali membuat saya sadar, betapapun sudah merasa melakukan yang terbaik, walaupun dengan cara jungkir balik, atau begadang dengan kopi tiga cangkir. Namun ketika memperoleh hasil yang kurang maksimal, seakan-akan semesta menampar begitu hebat.
Ya semesta menampar.
"kamu pikir kamu sudah melakukan apa? Kamu pikir itu hasil kerja kerasmu? Kamu pikir kamu hebat? Kamu pikir segala usahamu akan 'mulus begitu saja? HA! Silahkan berkaca" begitu kata semesta

Ketika saya mengatakan hal ini pada mama saya, ia hanya terlihat pasrah, "ya sudahlah", katanya.  Ia tahu, ia tidak pernah sekolah, jadi ia hanya dapat mengatakan "rejeki itu masing-masing". Ia memang tidak mengenal nilai, yang ia tahu, nilai C adalah buruk sedangkan nilai A adalah sempurna. Jadi, ia percaya semua nilai adalah rejeki. Apapun itu bentuknya. Namun nilai C adalah rejeki yang tidak begitu bagus, menurutnya.

Saya percaya Tuhan pencipta semesta ini akan memutar saya lebih jauh... entah.. memutar ke bawah atau ke atas. Ikuti saja. Hal yang benar-benar baik adalah menerima dengan senyuman semua rencana-Nya. Sambil saya berdoa dan bersiap 'bertempur' ke arah lebih jauh lagi. Mungkin, Ia mau tahu, apakah saya setia dalam perkara kecil. Nilai adalah perkara kecil =') Sehingga, saya sudah punya kemampuan untuk setia kepada perkara-perkara besar.

Ketika saya menulis ini perasaan saya campur aduk. Entahlah... mungkin setelah melihat daftar nilai yang.. yah... biasa saja. Saya pasti tidak akan pernah mendapatkan predikat cumlaude sampai akhir tutup transkip nilai. Perhitungan saya sih begitu. Menembus ipk 3.00 seakan seperti ingin menembus antara gedung yang satu dan gedung yang lainnya. Jika teman-teman saya membutuhkan lima peluru untuk mendapatkan nilai B. Saya butuh tiga kali lipatnya.
Saya tahu di dalam diri saya ada bagian yang tidak bisa memuaskan para pemberi nilai dan pengajar. Saya tahu... seberapa usahapun saya bepikir, tetap dirasa kurang. Saya kecewa, iya. Tapi saya tidak akan menyerah, karena Tuhan memberi janji yang indah.

Selasa, 09 Juli 2013

PACAR SAYA 'SUPER STAR'

Pernah dengan lagu Project Pop yang kira-kira liriknya begini tidak?
"Apakah mungkin... seorang biasa... menjadi pacar seorang super star"

Yah.. di sini kita akan bermain "Pacar Saya 'Super Star'" super star bukan dalam arti artis, namun kepada keeksisan seseorang dalam kehidupan. 
Sedang merenung ajah, apakah seorang 'super star' selalu mempunyai pasangan yang sempurna di baliknya? Pintar mungkin, bermulti talenta mungkin. Atau bahkan sama pula 'super starnya'? atau... bahkan biasa.. sungguh sangat biasa saja.

Oke... begini, beberapa orang mendapatkan pasangan yang 'klik' dengannya, namun... pasangan itu adalah seorang 'super star' dia bukan artis, namun sangat sangat dikenal di lingkungan tempat ia bersosialisasi.
Ada pasangan yang nyaman... ada pula yang nggak nyaman. Namun siapa sih... golongan yang nggak nyaman di sini?
Ialah golongan-golongan orang-orang minder yang dipikir nggak bakalan mungkin bersanding sama si 'super star' ini. 
Nggak sekadar pasangan, mungkin yang sedang tahap pedekate, ngeceng, juga langsung minder (Contohnya, saya) hahaha...
Apa jadinya, kalau yang selama ini kita taksir, merupakan seorang 'super star' and then "Everybody know you" or "Everybody need you" but... tapi... pasangannya hanya sekadar 'biasa'.
Talentanya hanya mendengarkan dengan baik misalnya. Karena ternyata menjadi pendengar yang baik butuh ketekunan loh.

Kalau saya pribadi diahadapkan dengan 'super star' pasti akan minder. Karena, saya tahu... keseimbangan itu dibutuhkan dalam menjalin suatu ikatan. Atau... pemikiran saya keliru? suatu ikatan akan seimbang, jika saling melengkapi yang satu dan yang lain. Namun... bagaimana  kalau pada akhirnya yang satu cendrung lebih banyak melengkapi yang lainnya?
Apakah justru akan menjadi ketimpangan?
Hem... coba saya berasumsi, pasangan saya adalah seorang 'super star', saya mungkin akan mencoba masuk ke ranah sosialnya. Namun... belum tentu diterima atau diterima namun ia melindungi saya dari depan. 
Beruntungnya ini baru hayalan... pada tahap sesungguhnya belum terjadi dan mungkin... tidak akan terjadi. 
Semoga pacar saya kelak.. ya entah kapan... menjadi seorang 'super star' di hati saya dan banyak orang. #tsah

Ransel Baru

Berjalan kaki dari pasar menuju rumah dengan menggendong ransel baru itu ternyata menyenangkan. Hari ini cuaca mendung dan sedikit germis, ya sedikit saja, bahkan sedikit membuat sejuk, dan menghilangkan beberapa butir debu di sekitar jalanan beraspal penuh batu. Dengan bangga menggendong ransel baru berwarna coklat dan ada sentuhan orange... ya.. suka sekali dengan warna orange. Akhirnya.. saya punya ransel baru. Karena ransel lama sudah banyak robekan sana sini, namun ransel lama entah mengapa paling tahan lama. Tidak putus talinya hanya memang banyak robekan yang sebenarnya menambah epic si ransel lama.

Sebelum memutuskan untuk jalan kaki dari pasar ke rumah, saya memutuskan untuk makan ice cream di restoran siap saji sambil membaca buku Paulo Coelho yang berjudul Seperti Sungai Mengalir. Bukan buku saya tentunya, ini hasil pinjam dari teman, karena belum sempat beli, namun penasaran dengan isi yang ada di dalamnya. Makan ice cream Coffee Cruch, favorit saya sejak ice cream itu pertama kali dipasarkan. Buat saya, ice cream itu sudah cukup memadukan kesukaan saya, yaitu ice cream dan coffee. Sambil baca buku, saya banyak meneliti sekitar. Melihat wajah orang-orang kepanasan dan kehausan, mengomel sambil berbicara panjang lebar mengenai sikap dosen terhadapnya. Kemudian, ada yang masuk sambil menggandeng tangan pacarnya, berhubung saya duduk di dekat pintu keluar masuk toilet, ada yang sambil lari-lari menuju toilet, mungkin ia kebelet. Kemudian saya melihat diri saya sendiri, membaca buku dan melihat media sosial. Saya banyak merenung.

Memakan ice cream secara perlahan, ternyata mampu membuat beberapa halaman di dalam buku yang saya baca serasa bergulir. Saya rasa keributan manusia, merupakan musik paling alami yang dipunyai di kota besar. Jadi, saya tidak risih, justru menikmati dengan anggun sambil membaca. Beberapa tatapan melihat saya dengan aneh. Mungkin mereka berpikir, satu anak perempuan, kecil, baca buku, dan makan ice cream. Namun untungnya mereka cuek dan saya tidak.Saya melihat mereka. Mereka yang sibuk dengan alamnya sendiri.

Saya kemudian memutuskan berjalana kaki saja, itung-itung bakar kalori. Melihat langit seperti payuh yang meneduhkan, akhirnya saya bertekat memulai berjalan kaki sering-sering. Dalam perjalanan, saya melewati kompleks-kompleks perumahan, yang sekarang sudah menjamur banyak kosan dengan harga di atas satu jutaan. Dulu sewaktu saya SMA, sambil menggendong ransel yang super berat, karena bekal dan buku, saya masih melihat satu rumah keluarga, dan masih pula melihat pohon yang hijau menghiasi rumah tersebut. Kini jangankan pohon hijau, pot bunga pun tidak terlihat sama sekali. Bangunan itu sekarang menjulang kokoh berlantai empat. Dipenuhi berbagai fasilitas dan sebenarnya menyalahi aturan. Ya.. setau saya.. bangunan di kompleks perumahan maksimal berlantai tiga, yang berlantai empat harus mengantongi izin, dan bukan kos-kosan. Sebenarnya agak miris, namun bisnis ternyata terlihat manis.

Kini... dengan bergantinya ransel lama yang berusia sudah lebih dari enam tahun, saya juga melihat banyak perbedaan melalui ransel baru. Perbedaan, perbandingan, dan perubahan sudah menyerbu waktu yang datang silih berganti. Ransel baru saya, sudah saya ajak melihat-lihat sekitar rumah saya dan saya ajak berjalan-jalan agak jauh. Ransel baru saya mungkin akan menjadi saksi cerita baru di tahun 2013. Ransel lama saya mungkin akan bercerita banyak hal di enam tahun ke belakang. Kemudian, saya akan menggendong banyak koleksi perbedaan, perbandingan, dan perubahan yang terjadi di sekitar melalui ransel-ransel saya. 

Sabtu, 06 Juli 2013

:(

Ternyata postingan "Cuap Cuap Owl City Concert" lenyap di telan dunia internet. Entah ke mana. Padahal paragrafnya ngalahin tugas makalah. Ya udah... someday... ditulis lagi ceritanya. HIKS....

Jumat, 05 Juli 2013

Film-FTvku

Tadi mimpi atau cikal bakal cerita FTV ._.

Sebenarnya tidur siang yang baik itu cuman tiga puluh menit. Namun, apa daya tadi tidur hampir satu jam. kebo banget yak. Penyebabnya ya gara-gara mimpi. Mimpi yang jangan sampai bangun lagi. Soalnya... di dalam mimpi bercerita mirip Film Pendek. Astaga.... baru ingat, kalau ternyata jam-jam tidur siang adalah jam siaran FTV. Berarti baru saja, FTV tayang di dalam mimpiku. Oh... no.

Ceritanya hampir mirip Film gitu. Tapi belum ada ending bahagia. Mirip FTV yang gak masuk akal.

Suatu siang yang terik, seorang perempuan mengelap keringat di keningnya. Ia sedang menunggu angkutan kota di dekat sebuah mal. Perempuan itu memakai tas ransel berwana cokelat, memakai rok selutut, kaos hitam, dan sepatu tali berwarna biru. Angkutan kota yang ditunggu, akhirnya datang juga, ia naik dan ternyata ada seorang laki-laki di dalam angkutan tersebut.
Lelaki itu menatap perempuan itu tajam. Perempuan itu balas melihatnya. Mereka menemukan sesuatu di dalam pandangan masing-masing. Tanpa tegur sapa, mereka berdua nampak terkejut. 
"Kamu?" Lelaki itu memulai
"Ya?" Perempuan itu mengerutkan kening. Pura-pura tidak mau tahu, padahal sudah terjadi sesuatu
"Kamu yang pernah diajak ketemuan, namun selalu menghindar" Lelaki itu semakin menatap tajam
"Ha? Kamu siapa sih? Sok kenal!" Perempuan itu menghindar, bersikap sangat tak acuh, perempuan itu lalu minta berhenti. Kemudian angkutan kota menurkan perempuan itu.
Tidak hanya perempuan itu yang berhenti. Laki-laki tadi ikut turun bersamanya.
"Iya.. kamu - " Lelaki itu menunjuk setelah sampai disebuah trotoar.
"Iya... saya - . Kamu siapa sih?" Dibalik pertanyaan "kamu siapa sih?" perempuan itu memendam suatu kesimpulan
"Kamu, kenapa selalu menghindar ketemu aku?"
Perempuan itu memandang mata laki-laki itu tajam. "Siapapun kamu... kamu gak lihat fisikku. Aku pendek. Dekil. Muka bulat. Jauh dari foto profil!" Perempuan itu mulai memalingkan wajah.
"- ... iya kamu -!" Lelaki itu makin yakin.
"Kamu siapa?" Perempuan itu mulai menutup wajah dan ingin rasanya segera berlari.
"Aku..... "

*Terbangunlah aku dari mimpi. Seakan-akan... semua benar-benar terjadi, namun berbeda cara dan cerita*
 Plis..  tanda (-) anggap saja sebuah nama.

Sebenarnya cerita mimpi gak gini-gini amat.
Kalau mau agak FTV, supaya endingnya gak masuk akal, si perempuan ini turun dari angkot dan mau pergi menyebrang, namun ada mobil yang melaju kencang. Hampir menabraknya. Terus dia lempar mobil itu pakai batu, tanpa sempat memaki. Kaca mobil pecah dan laki-laki yang bawa mobil itu turun dari mobilnya. Berantem.. perkenala.. dan seterusnya =p

Follow my Twitter @_heniie