Kamis, 31 Oktober 2013

PENYEMBAH BAYANG-BAYANG

Tubuhku terbujur kaku di dekat perhentian bis kota. Beberapa orang datang bergerombol melihat keadaanku. Kudengar sayup-sayup orang-orang berlarian memanggil taksi untuk membawaku pergi ke rumah sakit. Sekarat! Kata salah satu orang. Mataku mulai menutup. Hitam
Seingatku, aku sedang menelepon seseorang. Menanyakan kabarnya, kabar ibunya, kabar saudara-saudaranya, dan ia menanyakan kabarku juga. Aku masih membuat pembicaraan kami semenarik mungkin. Kurapatkan jaketku, karena angin mulai kencang berhembus, pembicaraan kami semakin tidak tentu arah dan hujan sudah mulai mengguyur jalanan. Aku berlari menuju sebuah halte. Ponselku tiba-tiba terlempar jauh. Aku bahkan tidak merasa sakit. Telepon genggam itu mungkin sudah menjadi sebuah serpihan-serpihan di sudut-sudut trotoar. Aku tidak bisa bangkit. Pusing menyerangku.

Aku melihat bayang-bayang. Tangan yang terulur. Aku tidak menghiraukan tangan itu. Aku butuh ponselku. Ponselku! Aku berteriak entah kepada siapa

Dingin.
Rintikan hujan membasahi bajuku. Tapi aku tidak merasa hujan menyentuh kulitku. Aku sudah mati. Mungkin. Kalau ponsel itu bisa kubawa ke alam kematian. Aku ingin membawanya saat ini juga. Aku tidak ingin menyesal telah berusaha menyelamatkannya.

Seorang laki-laki membawaku masuk ke dalam taksi. Seorang ibu membawakan tasku. Ponselku masih entah di mana. Namun aku tidak berucap meminta ponselku. Karena aku hanya dapat mengucap “aw”. Tanda kesakitan.

Lalu gelap.
Mungkin aku sudah mati. Sekali lagi kupikirkan itu. Aku melihat ponselku di ujung jalan. Tergeletak sudah basah. Masih utuh. Tunggu... ini bukan di alam kematian. Aku masih melihat ponselku.
Kutekan nomer telepon. Tidak juga bisa. Aku melihat ke bawah aspal. Aku melihat seorang wanita sedang menelepon. Namun ia tidak menelepon sendirian. Bayang-bayang seorang berada di baliknya. Kedua bayang-bayang itu memegang ponsel. Bayang-bayang itu melakukan penyiksaan diri. Ponselku kini hilang. Bayang-bayang itu masih bercengkrama sendiri. Aku iri.
Aku berlutut di trotoar itu, meminta bayang-bayang itu memberi izin aku bersama mereka. Mereka tidak dengar. Mereka pergi. Sang wanita ke kiri. Sang pria ke kanan. Tidak tahu ke mana. Banyak jalan yang bersinggungan. Aku berharap mereka bertemu di suatu titik.

Ketika aku melihat mereka hampir bertemu di suatu titik. Aku berteriak. “Ayo sedikit lagi. Sebentar lagi”. Aku menyembah. Memohon kepada bumi untuk mau menyatukan gravitasinya ke titik tersebut.  Mereka hampir mendekat. Namun belum mendekat.

Aku menyentuh titik itu sebelum mereka bertemu di sana. Kubuka mata, ada ibu yang menangis pilu. Titik itu hilang. Bayangan pun hilang. 
Kegiatan menyembahku sudah selesai. 
Aku sudah kembali kepada nyata. Tidak ada bayang-bayang. Hanya ada pelukan hangat dan sebatang jarum tanpa ampun yang menusuk.


Hu!
Hari yang beraaaaatttttt.....
UTS Bahasa Jepang gagal total karena datang terlambat.
Sumpah serapah sudah keluar untuk supir travel damri yang dengan seenak jidat membuat lama perjalanan.
Iya. Sudah 30 menit menunggu tidak jalan-jalan. Pake acara muter-muter ke Tamansari segala. Pake acara beli gorengan segala. Duh... mau nyiksa diri rasanya. Jedotin kebodohan di trotoar. Karena tidak memilih travel yang terpercaya.
Supir muda itu malah mengambil lanjur kiri pas di tol. Astaga. Aku benci supir muda itu. Aku sudah terlambat total masuk kelas.

Hampir gila. Iya.
Teman-temanku bilang, aku hampir gila.
Duduk diam. Melamun. Senyum senyum sendiri. Kulakukan di kantin kampus memandang kosong ke arah jendela. Membayangkan nilai apa yang kelak kudapat. Mengerikan. Sudah jangan diteruskan.

Aku mengambil nafas.
Karena menulislah aku tetap waras.

Karena dengan jalan kakilah aku masih tetap sadar.

Iya, aku bersyukur, dengan menulis aku menjaga titik warasku. Mengambil posisi tangan yang bergerak. Membiarkan kata-kata meluncur tanpa ampun. Aku waras.
Aku akan gila jika tidak ada kertas dan alat tulis untuk menemani kegilaanku.

Aku suka sekali mencuci tangan sambil melamun. Tangan yang dibungkus busa sabun. Sambil tetap berada di pancuran.
Mungkin jika mama tidak menyuruhku untuk makan malam, aku sudah membiarkan air terbuang percuma untuk melayani lamunanku.
Hu!
Aku menulis maka aku waras.
 

Senin, 28 Oktober 2013

Pesan-pesan yang Dilupakan

Pesan-pesan yang tak tersampaikan.
Pesan-pesan yang hinggap di awan-awan hitam. Menurunkan hujan membawa kesedihan.
Pesan-pesan yang jatuh sebelum tahu kapan ia terbang menuju tujuan.
Pesan-pesan yang diabaikan, hingga waktu pertemuan.
Tidak ada pesan-pesan setelah itu, pesan-pesan sebelumnya telah diabaikan. Selamanya.

Mungkin pernah ada rasa kekesalan
Rasa perjuangan yang dihilangkan.
Sekarang pembawa pesan merasa kesusahan.
Sudah tidak tahan. Mungkin sekarang waktunya untuk pergi perlahan dan yang terberat adalah melupakan.

Pesan-pesan yang tidak tersampaikan.
Rasa ingin tahu yang terpendam. Rasa suka yang terkadang hanya berakhir dalam diam.
Sebenanya ada keseriusan, namun ternyata disambut dalam permainan.
Tidak salah lagi, mungkin sekarang waktunya beranjak dan pergi meninggalkan.
Cita-cita kebersamaan.

Sebenarnya harapan pembawa pesan cukup sederhana. Hanya ingin berkirim pesan.
Ternyata kesibukan lebih diutamakan.
Hati mana yang ditaruhkan untuk suatu rasa penasaran, rasa yang terpendam.
Angan-angan dibayang kenangan.
Sulit bergerak melupakan. Cerita tanpa tujuan.
Mari mengubur harapan yang ketinggian.

Selamat malam kamu bayang-bayang. Semoga tidak dihinggapi kesepian.

 

Kamis, 24 Oktober 2013

Kronologis Aplikasi Baru di Guapo

Semenjak tadi sore berkutat dengan mengerjakan satu tugas dari satu mata kuliah. Harapan selesai malam ini, supaya besok bisa mengerjakan tugas yang lainnya.
Sambil bertugas ria, ada baiknya saya ingin curhat soal aplikasi baru yang sedang ramai dibicarakan orang. Yes! BBM. Pertama nyoba, susahnya masuk minta ampun. Kemudian dapet PIN. Kemudian sebarkan. Namun apa yang menarik? Cuman satu orang yang minta PIN saya, ketika saya belum instal itu BBM.
Well... katanya sih dia pembaca setia blog ini. I dont know lah.
Jadi yang tau PIN saya yang pertama, ya dialah.
Sudah dua tiga hari pake aplikasi itu, kok lama-lama ngebete-in. Ganti nama saja, harus masuk di daftar "update" ih.. facebook, twitter, Path, Line, Wechat. Gak gitu-gitu amat. Apaan sih, cuman pingin ganti nama biar enak dibaca, enak dipandang, kan memang harus dicoba-coba dulu, langsung masuk ke 'update', sampai sepupu bilang 'alay' gara-gara saya nyoba ganti nama tiap detik. Actually, namanya itu itu ajah sih, cuman ada posisi yang harus diubah, harus enak dilihat. Maklum kan baru pertama kali punya aplikasi si hitam bintik-bintik.
Iya yang alay sih BBM noh... gitu doang mesti jadi 'update', ganti foto juga gitu. Ah.. gak suka lah pokoknya.
Saya ini kan hobinya gonta ganti... NO!!! gonta ganti pacar gak termasuk. Saya jomblo dengan akurasi kesetiaan dipertaruhkan. Makannya kata orang dapet pacarnya susah. Setia sih... hahaha *ditabok masal*
Ya maaf-maaf ajah... kalo gonta-ganti pacar harusnya jangan bannga sih. Itu bukannya menunjukkan kegagalan ya =p

Aplikasi itu gak jelas-jelas amatlah. Better Whatsapp atau Wechat. Seriusan!
Saya lebih suka wechat =) bisa share moment. hehehe
Emang sih semua orang gak harus tau kita ngapain, tapi kalo kita punya info tempat yang menarik masa orang lain gak boleh tau? Masa kebahagiaan disimpan untuk sendiri. Orang yang berbagi akan selalu bertambah. Termasuk berbagi isi pikiran, pengalaman, tempat menarik, sampai sharing masakan alias foto makanan juga sah-sah ajah. Berbagi kesedihan sih yang agak malesin.
Benar kata Indra Herlambang, terlalu banyak polisi di dunia maya. Gak boleh beginilah begitulah. Alay lah.
Please 'My life its not your business' bebas sih orang lain mau melakukan apa ajah. Asal jangan keseringan juga. Pembaca lini masa juga ada titik jenuhnya loh.

Lagipula untuk apa nyuruh punya pin BBM, kalo gak intens dihubungi. Nganggur, bikin lemot hape. Gak guna. Bukan artis juga kan saya ini? Atau manusia eksis yang terlibat langsung dalam semua event.  Iya.. kalo butuh telepon, sms, whatsapp, dan pake media sosial lainnya
Setelah punya aplikasi BBM tuh sebenarnya ada harapan yang terselip di dalamnya.Namun ternyata menemukan fakta yang menarik. Ketidaksungguhan. Hanya main-main. Maksudnya?
Iya biar Tuhan dan saya yang tahu :)
Bye BBM. Nanti kalau saya agak perlu, baru deh saya instal lagi. Hehe
Cuman pingin tau, "are you miss me?" - I don't think so.

Minggu, 20 Oktober 2013

Oktuber

Selalu menyenangkan menulis 'sesuatu' tengah malam.
Setelah menyelesaikan satu novel romantis berbahan dasar coklat berlatar belakang Paris. Kota romantis.
Tapi aku tidak ingin ke Paris. Aku ingin mengunjungi Spanyol... menjelajah bersama seseorang.
Pergi ke Inggris. Berkunjung ke salah satu kota industri pertama di sana, Liverpool. Bersama kesenangan dan kebanggaan.
Namun pergi ke Eropa bukankah selalu menyenangkan? Walaupun hanya ke Paris. Tanya saja sama mereka yang sudah berkunjung ke sana. Pasti mereka bercerita sampai berbusa dan kuping kita bergetar tanda iri dan memuji.

Oke mari tinggalkan cerita hari ini.
Beberapa hari ini seperti ingin menjauh dari dunia luar. Aha! ya karena tidak punya uang. Jadi lebih baik bersama mama di rumah. Makan gratis.
Mulai menyicil tugas dan itu membuatku gila.
Karena masih terngiang sepatu baru di etalase toko. Aku ingin itu. Namun tentu saja sang ibu belum mau mengeluarkan sedikit rejekinya demi pemuas hawa nafsu. Oh... sepatu...
Sehingga di rumah aku tidak fokus mengerjakan tugas. Selalu menghitung tanggal. Kira-kira sudah tanggal berapa sekarang. Uang bulanan belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Sepatu lucu semakin jauh di depan mata.
Dasar perempuan!

Dasar laki-laki! apa? Kalian juga selalu menghabiskan uang kok. Tidak perlu kusebutkan kalian habiskan uang untuk apa saja.

Baiklah... tulisan hari ini ke mana-mana tidak tentu arah. Ini gara-gara sepatu itu. Ya Tuhan... warna kremnya menggoda.

Kemarin sempat nonton tv, ada acara jalan-jalan di Malang. Main-main paralayang.
Aku ingin ke sana lagi. Cita-cita setelah lulus : main paralayang! Ini serius.
Jangankan lulus, ini proposal bisa dipertahankan saat sidang Usulan Penelitian (UP) saja sudah bersyukur.
Rasanya ingin mati. Toh mati pun sudah mendapatkan gelar. Iya.. alm.

Oh iya, jangan bicara apa-apa lagi. Jangan sekadar wacana. Pembuktian lebih dari segalanya.
Selamat malam dunia fana.

Follow my Twitter @_heniie