Minggu, 30 Juni 2013

Setiap malam minggu pasti teringat sesuatu. Bunyi dering yang selalu ditunggu. Sudah berminggu-minggu.Namun sekarang hanya cerita masa lalu. Semoga tidak galau karena ingin tahu.
Semua tentang kamu.

Jumat, 28 Juni 2013

Semester Enam

UAS Semester enam resmi ditutup. Siapkan mental untuk nilai yang sesuai 
ataupun tidak sesuai dengan harapan. Tanpa semoga =')

Akhirnya semester enam yang penuh lika liku, tugas ini itu berakhir sudah. Rasanya lega sekali bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan cukup baik, walaupun tidak sempurna, dan masih banyak kekurangan. Semester ini buatku adalah semester paling berat dan memiliki beban yang lebih dari biasanya. Semester enam adalah semester dengan mengulang banyak mata kuliah. Mulai mata kuliah semester dua sampai semester empat. Rasanya ikut mata kuliah mengulang seperti tinggal kelas dan kembali lagi di pelajaran yang sama namun dengan rasa yang tidak malu seperti tinggal kelas di sekolah.

Ada sepuluh mata kuliah yang harus ditempuh dan rasanya itu jujur saja berat. Semester enam tidak lagi memikirkan bagaimana teman mendapatkan nilai baik, semester enam cendrung "menyelematkan diri masing-masing" saja tidak perlu mengurusi urusan teman atau orang lain. 

Rasanya mendapatkan nilai A itu mungkin hanya sampai sebatas keajaiban. Nilai B saja rasanya bersyukur bukan main. Apalagi, jika nilai B itu ada di bagian mata kuliah mengulang, rasanya itu anugerah. 
Memang tidak bole membatasi cita-cita, namun ekspektasi tinggi terhadap nilai juga harus diredam, karena mental juga harus disuruh untuk menerima kegagalan demi kegagalan.
Namun tetap saja ada orang yang tidak bersyukur karena mendapatkan nilai "B", seakan-akan nilai itu bukan mencerminkan kepintarannya. Bahkan ia tidak akan tau ada temannya yang sampai menangis demi mendapatkan nilai "B".
Sebenarnya, yang paling menyedihkan adalah nilai C dari hasil kerja keras berhari-hari. Iya itu sedih banget.
Beberapa orang mengatakan "semoga kuliah bukan hanya sebatas nilai." Namun, di mana letak tanggung jawab jika nilai tidak maksimal. Beberapa dosen terkadang hanya tahu hasil, tanpa tahu mengapa anak ini rajin namun kurang. Iya... yang mereka tahu adalah hasil akhir. Ini bangku kuliah, bangku orang dewasa, bukan bangku anak-anak yang harus diayomi, begitu mungkin pikirnya.

Apalagi, mempunyai orang tua yang belum pernah mencicipi bangku kuliah, tentu saja yang mereka tahu adalah nilai yang baik dan lulus tepat waktu. Orang tua seperti ini akan sulit memahami keadaan anaknya di kampus, sekalipun anak itu sudah babak belur mengerjakan tugas. Belum lagi ditambah ketidak beruntungan yang sering datang, ya itu tadi nilai yang biasa-biasa saja. Mereka hanya tahu anaknya berangkat ke kampus dan pulang lalu tidur. Begadang lalu pergi ke kampus lagi. 

Sekarang aku takut berekspektasi tinggi, nilai B saja sudah anugerah, apalagi sudah belajar dan mengerjakan sampai babak belur. Jadi ingat postingan dulu, "bukan ukuran saya" iya... pekerjaan saya hanya melalukan tugas dan tanggung jawab semaksimal mungkin. Sisanya biarkan keajaiban Tuhan yang berkarya dan kebaikan hati para pengajar.

Tidak mau berandai-andai lagi. Tidak mau lagi memakai kata "semoga", karena tidak semua harapan berujung kepada kenyataan.

Minggu, 23 Juni 2013

Sepulang Gereja

Sepulang dari gereja, aku dan teman-teman bersepakat untuk berkumpul. Rencananya hari ini kami akan membicarakan rencana pernikahan teman kami. Iya... teman kami sebentar lagi akan menikah. Wah... tidak disangka-sangka. Ternyata kami semua hampir dua puluh dua.
Sebenarnya aku agak tersendat-sendat menuju lokasi pertemuan. Betapa tidak, aku tidak tau lokasi yang dimaksud. Namun untunglah.. temanku dengan baik hati, mengirimkan pacaranya untuk datang menjemputku.
 Di atas meja makan, kami berlima berkumpul. Aku bahagia. Akhirnya kami, teman-teman sidi yang biasanya sibuk sendiri, bisa dekat lagi.
Di antara kami berlima, yang sudah punya 'calon' pendamping ada dua orang.
Perbincangan pernikahan seputar tempat pernikahan, adat yang akan dipakai. Temanku yang sebentar lagi akan menjadi calon pengantin, ternyata mendapatkan orang dari suku Batak. Hihihi.... dia sih pernah berucap, bahwa tidak akan memakai adat-adat yang terkenal dengan ribetnya. Namun... ujung-ujungnya tetap saja, adat harus dipakai. Begitu prinsip calon keluarga laki-lakinya.

Berbincang cukup lama, tunjuk sana sini siapa yang selanjutnya menyusul untuk menikah. Kami tertawa, tentu saja yang punya calon lebih dahulu, ujarku. Tiga orang yang belum memiliki calon ternyata sigap menerima semua pertanyaan mengenai pertanyaan masa depan ini.
"Ayo Hen..." kata kedua temanku. Jadilah kami silih ganti meledek sana sini.

Sebenarnya yang paling aku takutkan adalah salah satu temanku yang sempat aku ceritakan tentang seseorang yang kerap kali ingin bertemu denganku dan ia kemudian menjadikannya bahan bercandaan. Sebenarnya aku tidak suka. Namun.. ya sudah.. anggap saja angin lalu. Untung ketika ia menyebut namanya, teman-temanku tidak menyadari. Aku teruskan saja bercandaan kami. Hampir saja terbawa memori masa lalu.
Namun... aku menjerit dalam hati.. Aku tetap mengharapkan yang terbaik, sambil menanti dan memilih.
Pada akhrinya, aku memiliki kesimpulan :
Seharusnya yang belum pasti disimpan saja sendiri. Jangan terlalu dibagi-bagi. Nanti kalau tidak jadi. Ujung-ujungnya kecewa sendiri.

Akhirnya percakapan mengenai pernikahan temanku sampai di sini. Kami pulang dengan memiliki kesan dan penilaian masing-masing terhadap calon temanku. Semoga Tuhan menggoreskan cerita yang indah kepada hidup kami. Amin :)

Rabu, 19 Juni 2013

KAMU SEDANG BOSAN

Saya sedang mengingat sesuatu. Waktu terkahir hari sabtu. Tidak ada lagi dering telepon setelahnya.
Bahkan saya bermimpi ada yang pergi dan tidak kembali lagi. 
Suara itu menjelma saat saya ingin lupa. Berangsur tetap tenang dan tidak ingin lagi semakin terluka. 
Itulah mungkin mengapa saya menarik kesimpulan, bahwa kemarin kamu hanya bosan.
Mencari yang dapat dihubungi dengan enggan. Mencari yang dapat ditanyai dengan kesal. Mencari yang tidak pasti. Sehingga pada akhirnya kamu memutuskan untuk pergi. Dan saya lupa diri.
Saya mungkin menanti, mungkin masih mencari, mungkin masih menyisahkan ragu. Namun lambat laun saya mengerti, betapa kekonyolan mungkin saja terjadi ketika kita bertemu nanti. Penyesalan yang mungkin tidak bisa ditawar lagi. 
Kamu hanya bosan. Saya percaya itu. Seharusnya saya tidak ada waktu untuk memikirkan kamu. Namun yang ada hanyalah sebuah harapan yang cuma-cuma. Keinginan menjemukkan.
Seharusnya saya percaya kamu itu sedang bosan. Bosan dengan kehidupan nyata. Bosan dengan penantian yang ada. Sehingga kamu menghubungi saya, melarikan diri dari bosan. Kemudian pergi dan selamanya pergi. Kamu sedang bosan. Saya tiba-tiba lupa, kamu siapa?

Rabu, 12 Juni 2013

DIA BERI TANDA

DIA tidak pernah terlambat memberi. Bahkan tidak pernah alpa DIA menjenguk.
Aku minta tanda. DIA beri nyata.
Aku minta tanda. DIA beri kekuatan.
Karena DIA tahu, aku tidak sanggup menerima tanda itu sendirian.
DIA beri tanda. Aku kecewa sendiri. Aku berdiri, DIA biarkan aku belajar berlari.
Tanda ini mungkin sengaja dipersiapakan, sampai aku sanggup mengetahui. Sampai mana kisah ini akan berakhir.
Aku percaya, tidak selamanya tanda membenarkan segalanya.
Aku percaya, DIA menyempurnakan segalanya.
KataNya, aku tidak perlu kuatir, karena hari-hari yang getir. Karena itu membuatku kuat bukan main.
DIA beri tanda. DIA beri air mata. DIA punya cara. DIA penuh rahasia. Rahasia indah, rancangan damai sejahtera.

Minggu, 09 Juni 2013

Gugur Berterbangan

Kemudian ketika serat-serat daun halus menyampaikan makna. Makna itu berguguran membentuk barisan rapih tanpa alasan.
Angin menyentuh serat itu. Bergerak menjauhi pohon. Pohon itu akan tumbang sebentar lagi. Beruntunglah daun yang lebih dahulu jatuh. Ia mempunyai sekian juta peluang untuk tidak tertimpa pohon itu.
Ada daun yang lebih beruntung. Ia menyapa angin. "srrt" ia melepaskan diri dari pohon dan bergerak.
Ia tidak jatuh ke bawah. Ia tertiup angin. Angin malam penuh nuansa dingin.
Seseorang melihat daun itu. Mencoba meraihnya, daun itu sampai masuk ke sela-sela jari genggamannya. Daun itu lepas. Ia diperas. Berguguran.
Tidak ada satu mahlukpun yang peduli dengan keberadaan daun itu. Ia diinjak. Entah apa rasanya. Ia juga tidak tahu. Karena seluruh seratnya telah hancur dan membelah menjadi beberapa potong bagian. Hingga seperti atom yang tak terlihat.
Ia terbang... setelah gugur, ia tersapu jalanan. Terbang... bagian-bagian kecilnya bergerak perlahan. Mundur atau maju ke belakang.
Dengan berguguran dan berterbangan, ia melihat dunia. Dunia yang sebelumnya hanya ia saksikan dari atas, tanpa bisa menuruni langsung.
Ia merasakan bumi. Kejamnya bumi. Kebaikannya bumi. Ia cicipi... dengan anggota serat yang sudah lepas satu dengan yang lainnya.
Terkadang, ia merasa, bahwa seratnya yang telah hancur membuat ia belajar. Belajar menikmati dunia. Belajar terbang dari jalan satu ke jalan yang lain.
Ia puas mencicipi kehangatan jalan. Kelembapan tanah. Ia puas.
Ia disapu oleh petugas kebersihan. Rasanya sakit. Sapu itu tajam. Seratnya makin sulit disatukan.
Ia masuk ke dalam kotak. Di sana... ia bertemu dengan serat yang lain. Berbagi cerita. Ada duka ada suka. Hingga pada akhirnya... ia kembali ke pohon yang sama. Dibuang dalam bentuk serat. Pohon itu tumbang.
Menimpa dia dan beberapa helai daun yang lain. Namun ia tetap merasa berutung. Ia jatuh berguguran hingga terbang dengan alasan. Alasan mencari jawaban tanpa beban.

Sabtu, 08 Juni 2013

Siapa Menyapa

Seperti kisah di hari minggu. Saat dia menepuk pundakku dan menyapaku sehangat mentari. Ia tersenyum. Senyum yang dari jarak jauhpun aku sudah tahu.
Pertanyaan yang meluncur kemudian adalah "Hei... gimana, kamu sudah lulus?"
Walaupun bukan bertanya "kamu apa kabar?"
Aku tetap terpana terpaku. Seakan semua pertahanan diri berlalu.
Aku ingin melompat lebih tinggi, menggapai yang selama ini tidak pernah aku bayangkan akan terjadi.
Baru kali ini, aku payah. Payah dalam berlari dari sebuah tegur sapa.
Kujawab secara polos tanpa menghitungkan tanggapannya "Ya... masih semester enam kak"
Kemudian aku berlalu dan pergi dengan rasa riang tanpa terlihat girang.

Ikanelayan.

Aku mulai merasa ada yang salah akhir-akhir ini. Entahlah... mungkin rasa yang sempat aku jaga, kembali muncul di atas permukaan. Ah.. kamu pasti tahu. Iya... aku jaga ketulusan dan harapan agar tidak muncul terlalu atas, sehingga mengapung tanpa pernah ada nelayan yang tahu, aku ikan yang sengaja menampakan diri. 
Temanku sering bercerita, bahwa betapa bahagianya saat ada yang mulai perhatian terhadapnya. Ia bahagia sekali kelihatannya. Aku sempat merasakannya, namun kembali tenggelam. Nelayan itu pergi entah ke mana. Mungkin ia sudah menemukan ikan yang lain.
Ikan yang lain mencuri perhatiannya. 
Aku tenggelam... menyelami kembali. Menjaga teguh karang di bawah samudera. 
Ketika aku meminta isyarat kepada lautan luas, tak pernah sekalipun pancingan itu menemuiku, atau sekadar menyentuh ikan yang dengan damai menanti di bawah lindungan sebuah karangan. (Dulu) Aku rasa... akuarium tidak terlalu jahat. 
Ketika aku siap... nelayan sudah pergi ke haluan lain. Aku meminta tanda. Kalau nelayan itu datang sebelum matahari terbit, aku siap naik ke atas permukaan. Bahkan aku akan mengikuti perahunya.
Ternyata... nelayan itu tidak pernah datang lagi. Ia hanya pergi meninggalkan pancingan. Pancingan yang setiap hari aku putari keberadaannya. Namun terlalu segan untuk terperangkap.
Kalau nelayan yang sama datang lagi, mungkin aku tidak akan berenang ke atas. 
Melainkan menjauh dan berlindung ke dalam dasar samudera yang paling dalam. 
Aku akan menunggu saja, bahwa lautan akan mengirimkan nelayan yang baik hati.
Tidak lagi melihat ikan secara fisik, namun melihat ikan sebagai sesuatu yang menarik.
Selamat malam nelayan lama. Aku akan berenang dan mengacuhkanmu jika kamu datang kembali.
Pergilah cari ikan yang lain, laut itu luas, sedangkan aku bahagia memutarinya. 
Kamu yang ada di atas tidak akan pernah berhasil menyelam. Pancinganmu memang sedikit membuat luka, namun aku mampu sembuh dan berlindung kembali. Di bawah batu karang sambil menyembuhkan luka. Aku kuat. Aku akan menjadi ikan hebat, biarkan nelayan bodoh pergi memancing. Ternyata akurium itu biasa saja, aku menyesal dulu sempat terjebak di sana selama beberapa hari. Untung saja, aku dibawa pergi dan tidak dibuang ke laut mati.
Aku pura-pura mati, lalu dibuang ke laut kembali =')

Aturan yang Ditertawakan

Dunia ini mulai terbalik dan mulai meninggalkan semua hal yang wajar. Menurut beberapa orang melanggar peraturan itu keren. Menurut beberapa orang naik motor lewat trotoar itu wajar. Menurut beberapa orang, terlambat, bisa masuk ke ruang kelas dan tidak ketahuan pengajar itu cerdik. Menurut beberapa orang, parkir di tanda P coret adalah hal yang biasa. Ah... mengapa sesulit itu ya menerapkan hal yang seharusnya dipatuhi menjadi sesuatu yang diapresiasi.

Sebenarnya apa tujuan melanggar peraturan? Agar sesuatu yang ribet dibuat simpel? Itukah maksud dan tujuannya? Bukannya terbalik ya? Atau ingin membuat orang lain terkesan apa yang sering ia lakukan, kemudian meloloskan diri dari hukuman dengan cara yang tidak biasa. Kenapa ya sulit sekali mencintai kedisplinan.

Paling sedih ketika orang lain yang mencintai peraturan kemudian ditertawakan. Mungkin lucu dan menghibur, jika ada seseorang yang mengomel kalau ada pengendara motor dengan motor gedenya lewat trotoar, kemudian  sang pengendara motor bilang "ah.. sudah biasa.. itu kan daerah gue" rasanyaa.... rrrr... mau saya cipok pake pisau dapur tuh orang. Emangnya kalau sudah terbiasa jadi dibenarkan?
Lirik deh ke dalam hati nurani. Jika kamu menjadi pemimpin kemudian kamu membuat aturan, namun apa yang kamu buat dilanggar serempak oleh seluruh staff, apakah kamu tidak gemas melihat tingkah mereka seperti itu.
Oke.. gak usah berandai-andai sampai sejauh itu, apakah kamu bisa menjadi pemimpin untuk dirimu sendiri dan orang-orang di sekitar kamu, kalau kamu sampai merasa hebat untuk menanggalkan aturan?
Oooh... Kamu orangnya bebas? Oke... itu alasan pertama. Kalau kebebesan kamu samapi menganggu sekitar kamu. Kebebesan seperti apa yang kamu tuju? Apa faedahnya kalau kamu bebas untuk mencaci maki seseorang yang berada di lajur depan, padahal lampu masih berwarna kuning untuk segera maju, sedangkan tanda untuk mulai berjalan adalah berwana hijau. Apa sih yang kamu cari? Jika melanggar aturan bisa membuat orang menunduk kagum, namun jika pada akhirnya kamu tahu kekaguman itu juga termasuk kebebasan mencela.

Yukk deh.. kita mulai mengatur hidup masing-masing. Ribet kalau ngatur orang lain. Jika kita sudah pandai mengatur apa yang ada di dalam secara benar, yang keluar akan memainkan perannya dan mengikuti apa yang bermanfaat dari dalam. Tidak akan ada yang percuma jika kita mulai bekerja sesuai aturan.


Sedikit cerita tentang aturan
Oh... mungkin yang paling membuat saya menggelengkan kepala adalah kejelasan aturan dilarang memakai bahan jeans saat sedang melayani di gereja. Iya... kemarin baru pembinaan dan diharapkan semua pelayan tidak memakai bahan jeans. Sayangnya aturan ini ditertawakan :(
Sebagai bentuk ejekannya adalah "cie... yang langsung dipake nih aturan dari dewan", Lah... terus kenapa? Harusnya bangga dong.. karena kita jadi seorang leader yang  mampu menembus cara pandang yang salah. Percaya deh... aturan yang baik akan difollow kalau dilakukan dengan bermanfaat. 

Sabtu, 01 Juni 2013

Ini Aneh

INI ANEH!
Beberapa minggu ini, aku selalu mengingat seseorang. Sialnya... ketika mengingat dia, angka di ponselku, selalu kembar.
Katanya... entah kata siapa.. dari planet mana yang mengatakan.. ketika kita melihat angka kembar dan mengingat seseorang, kemungkinan besar orang yang kita ingat, juga sedang mengingat kita.
Well done... penjelasannya seperti ini... 
Ketika angka di ponsel menunjukkan pukul 07:07 Mereka seperti saling mengikuti bukan?
Atau hanya sebuah kebetulan. Namun, mengapa kebetulan ini terjadi terlalu sering. Ini Aneh... aneh versi on the way nomer dua.

Kalau saja, benar.... bahwa ia mengingatku. Ada sesuatu yang salah di antara kamu dan aku. Itu pasti kesalahan.
Karena pada dasarnya kami tidak pernah bercengkrama terlalu sering, atau justru kami bercengkrama dalam diam?
Kami juga tidak pernah saling menyapa dalam sebuah percakapan yang panjang, atau justru kami menyapa dalam doa?
Jam kembar ini seakan-akan menjadi tanda, bahwa pikiran ini pernah terbagi sebelumnya. Bahwa kejadian kecil bisa membuat kamu ingat akan sesuatu dan menjadikannya sebagai pemikiran yang satu.
Selamat malam sebelas nol tujuh.

Follow my Twitter @_heniie