Rabu, 10 Desember 2014

Hey.

Hey kamu. Aku kangen. Tapi aku bisa apa. Kamu sudah tidak lagi berjuang. Seseorang yang lain mungkin sudah mengisi hari-harimu. Dan seharusnya aku tahu.. kamu dan sebelumnya pun sedang transit. Aku kecewa, aku marah. Tapi aku bisa apa. Aku hanya mampu berdoa. Jika kita bisa didekatkan itu hanya kemampuan Maha Kuasa.
Jika tidak... aku berusaha lapang dada.
Kenangan memang tidak mudah dilupakan... tapi ia memberi pelajaran. Jika aku berhasil..  artinya pelajaranku sudah lulus bukan? :)

Senin, 10 November 2014

TRANSIT SEPERTI PARASIT

Ada yang tiba-tiba menarik.
Dan aku tertarik.
Ia datang membawa mimpi-mimpi
bayangannya membuat lupa diri.
Dulu kata-katanya meyakinkan.
Dulu intensitas perbincangan yang dinomorsatukan.
Lama-lama sadar diri. 
Bahwa hati ini seperti bandara di pulau terpencil
Lama-lama menilai diri.
Jenuh menjadi kata kunci.
Banyak pesawat yang datang ke pulau kecil ini.
Mulai dari pesawat herkules hingga pesawat komersil.
Namun tetap saja, ia adalah pulau kecil. 
Penghuninya hanya ia seorang diri. 
Mungkin tidak ada yang betah berlama-lama
Sulit membangun sebuah peradaban baru di pulau kecil ini.
Rata-rata mereka hanya transit lalu pergi lagi.
Parasit saja bahkan tidak pergi-pergi.
Parasit saja tidak hanya transit.
Entah kamu parasit atau hanya salah satu yang transit.
Atau awalnya transit kemudian menjadi parasit.


Malam setelah hujan.
Merenung banyak-banyak.
Bahwa memikirkanmu menambah parasit di pikiranku.
Karena tersadar hati ini semacam tempat transit yang siap dikosongkan kembali.


-etysuheni dan sudah menghabiskan satu biskuit-

LIMA BULAN

Well... sudah lama tidak ngeblog dan tidak menulis. Rasanya kuku-kuku gatel. Kata-kata hanya berceceran di kepala, namun malas mengungkapkannya lewat tulisan. Karena menulis butuh tenaga, butuh niat, butuh rasa galau yang diam-diam merayap.
Akhirnya setelah galau skripsi... sayapun diperbolehkan diwisuda dengan ipk yang standar dan ga neko-neko. Cukup pedelah untuk melamar kerja di kemudian hari kelak. Puji Maha Baik.
Kurang lebih sudah lima bulan saya jadi pengacara. Pengangguran banyak acara. Basi banget ya kan singkatan itu. Mungkin sekarang zamannya lulus dan dapat kerja. Lebih dari itu berarti kemampuan kamu dipertanyakan :(
Sudah lima bulan saya dinyatakan sebagai sarjana. Lulus dan saat ini masih menganggur. Entah sampai kapan. Semoga secepatnya saya bisa ganti nama pekerjaan di KTP dari mahasiswa jadi wiraswasta.
Bolak-balik Jakarta untuk test psikotest dan mengejar jobfair. Belum ada hasil tapi masih bisa bernafas dan makan. Puji Maha Baik.
Sekarang tinggal menunggu salah satu perusahaan tertarik melihat CV dan kemampuan saya :)

Teman-teman saya beberapa sudah ada yang bekerja. Baik di perusahaan keluarganya, di perusahaan kenalannya, ataupun di perusahaan orang lain. Gaji mereka tidak besar. Tapi mereka keren, menambah pengalaman itu yang paling utama. Sayangnya, saya tidak bisa mengikuti contoh mereka. Karena rata-rata mereka bekerja di ibu kota dan kebutuhan di sana tidaklah kecil. Maka dari itu, saya cukup kesulitan. Karena yang sayang inginkan adalah bekerja bukan hanya magang. Mungkin ada pertimbangan lain, jika itu dilakukan di Bandung, tempat saya bernaung.

Hem... tapi sebelum bekerjapun saya sudah ditegur lewat email. Kenapa?
Karena saya lupa memberi salam kepada sang HRD. Baiklah.. bagian itu saya mengakui saya ceroboh dan minus untuk sopan santun :(
Mungkin terlalu terburu-buru untuk mengajukan pertanyaan, karena banyak pesan yang beliau sampaikan namun memiliki banyak tanda tanya di kepala. 
Jadi begini, saya sempat ikut psikotest di salah satu media swasta dan sekali lagi Puji Maha Baik sayapun lolos. Walaupun menjadi orang hampir terakhir yang disebutkan namanya. Saya juga heran. Namun, Maha Baik punya rencananya sendiri.
Mereka menjanjikan akan ada Medical Check Up, dua minggu setelah pengumuman lolos psikotest.
Dua minggu lewat... dan teman saya sudah ada yang dipanggil. Bahkan ia sudah mulai bekerja di awal November ini. Ya.. teman yang baru berkenalan, pada saat itu masih test bersama-sama.
Tiga minggu lewat... tidak ada pemberitahuan. Saya mulai pasrah sempurna. Akhirnya saya mencari-cari lagi pekerjaan.
Sebulan kemudian dapat email, tentang keterlambatan dan ternyata ada kendalan dengan pihak instansi kesehatan yang bersangkutan. Baiklah... harapan saya muncul kembali. Dan tetap sembari mencari lowongan sana sini. Saya sudah bosa menganggur. Badan saya hancur. Otak saya tumpul.

Dua minggu kemudian saya mendapatkan email kembali. Isinya mengenai dimulainya pekerjaan di bulan November. Namun, tanggal, alamat, waktu, dan sebagainya belum dipastikan. Hanya kami disuruh bersiap-siap. Logika saya mulai bertanya-tanya.
Tadinya saya tidak ingin bertanya ini itu. Tunggu saja pemberitahuan selanjutnya.
Namun, orang-orang sekitar memaksa agar balik bertanya. Supaya terlihat ada timbal baliknya, kata mereka.
Maka dari itu, saya membalas dengan subjek yang baru, dan tidak membalas melalui pesan sebelumnya.
Sayangnya, karena terburu-buru hingga lupa memerhatikan cara berkirim pesan yang baik dan sopan. Etika saya mungkin langsung minus di mata sang HRD.
Apalagi pertanyaan saya langsung berjumlah empat. Yang pasti membuat kesal beliau.
Ya... pengalaman. Pelajaran sangat berharga. Dan saya sangat bersyukur karena ditegur. Dari sanalah kelak saya akan bertutur dan menyampaikan suatu tulisan dengan sopan nan santun.
Saya percaya, suatu hari nanti teguran akan menempa dan membuahkan hal-hal yang baik dan manis.

Pada akhirnya beberapa hal yang bisa dipelajari dari lima bulan ini adalah:
1. Sopan santun dalam berkirim pesan. Memakai salam dan mengucapkan terima kasih setelahnya.
2. Jangan memberitahu sesuatu yang belum pasti, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan sana-sini.
3. Terima teguran dengan lapang dada. Meminta maaf jika yang bersangkutan tidak berkenan.
4. Berpikirlah postif dan jangan mudah menyerah.
5. Tetap menulis!

Selasa, 10 Juni 2014

Tidak konsisten menata hati. Aku tahu ini sering terjadi, seharusnya kan aku belajar berkali-kali bukan jatuh lalu bangkit lagi. Ah aku.. mau saja dipermainkan cinta yang datang dan pergi.
Kamu mengucap janji, awalnya aku sulit mempercayai. Perkataanmu meyakinkanku berkali-kali. Sehingga aku kembali berasumsi bahwa sesuatu yang baik akan datang suatu hari nanti.
Namun, aku salah. Iya aku salah sudah menaruh harapan tinggi-tinggi dari percakapan kita kemarin sore.
Sebentar.. atau mungkin pernyataanku ini salah juga? Jika ya, aku ingin kamu membutikannya bahwa apa aku telah salah mempertanyakan ini semua.

Kamis, 15 Mei 2014

Mengakhiri mimpi

Aku terus bermimpi mengakhiri kesepian ini. Saat aku bermimpi aku sedang naik gunung yg tinggi. Pertandakah ini, bahwa bersamamu adalah cita-cita mustahil untuk kudaki?

Sabtu, 03 Mei 2014

Menerjemahkan Keinginan

"Hen.. Mama ga ngerti apa2 soal skripsimu, percuma km cerita. Mama cm ngerti cara bikin km bahagia biar km tetap semangat mnyelesaikannya"

Sabtu, 19 April 2014

Cups Song By PELKAT Teruna Cipacing Maranatha: http://youtu.be/H6560lXN-Y8

Selasa, 18 Maret 2014

Nelangsa

Aku nelangsa entah kenapa.
Aku tidak meminta seribu candi dalam satu malam,  aku hanya meminta kamu datang dan kita bercengkrama sampai bosan.
Keinginan itu sepertinya ketinggian.
Mungkin kamu sudah memiliki yang lain dan aku hanya bisa bercengkaram dengan diri sendiri bahwa perasaan ini akan baik-baik saja, ia akan tetap terjaga dengan kekuatan.
Kekuatan yang diam-diam mendoakan,  keinginan yang diam-diam dipendam, dan mungkin sedang mengkhayal sesuatu yang mungkin akan kamu lakukan, yang tidak pernah aku bayangkan.
Mungkin itu hanya bayang-bayang tengah malam,  mungkin itu juga sebabnya aku akhirnya nelangsa.
Karena kamu sudah lupa begitu saja.

Minggu, 02 Maret 2014

Photo session at saturday night.

Foto-foto dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari dunia saya. 
Dan ketika malam minggu tiba,  selain menulis hal-hal sepele,  kadang saya suka narsis-narsis sendiri.
Kali ini jembatan narsis saya tidak sendirian,  ada Fransis Yolanda teman saya sejak SMA,  saya minta tolong padanya untuk sekadar 'foto saya' dong pakai kamera canggih kamu.
Akhirnya jadilah malam minggu kemarin,  dari pukul 17:00 hingga pukul 22:00 sesi foto-foto dengan baju-baju yang saya bongkar dari lemari terjadi juga.
Hem... Lemari saya tuh mirip butik, baju-bajunya bs dibilang hasil pemberian dan saya sangat bersyukur boleh mencicipi baju-baju bagus.  Hanya saja kadang suka bingung,  mau pakai ke mana dan bagaimana.. Hihihi. Akhirnya saya pakai buat kostum foto-foto saya saja  :))

Jumat, 28 Februari 2014

Optimis seperti Kaleb

Siang tadi aku mencoba melamar menjadi MC di sebuah event besar di Bandung. Walaupun gagal, aku belajar banyak. Walaupun gagal aku berjanji tidak akan pernah kapok untuk mencoba lagi.
Saat wawancara aku mengeluarkan seluruh kemampuan, sayangnya kemampuanku tidak berkata-kata dalam Bahasa Inggris, padahal acara tersebut yang memiliki adalah perusahaan internasional. Kusimpan tekad dalam hati, akan belajar bahasa Inggris dengan sungguh-sungguh. Jangan menyerah. Tetap optimis seperti Kaleb.

Well.. siapa itu Kaleb? Ia adalah salah satu pengintai yang diutus Musa untuk memata-matai tanah Kanaan Pengintai yang lain bilang "Gak mungkinlah kita masuk, buset penduduknya sangar-sangar", tapi Kaleb optimis "Kita bakal masuk ke tanah perjanjian itu". Aku belajar banyak dari tokoh yang 'biasa' ini.
Kalau tidak percaya dibuka lagi ya alkitabnya.
Kaleb optimis, nanti dia bakal dapat jatah di tanah Kanaan, padahal tanah Kanaan belum direbut, tanah Kanaan belum juga sah menjadi milik bangsanya. Tapi dia optimis, dia tegar, dia bilang "tanah itu janji Tuhan, masakan kamu gak percaya sama janji Tuhan". Akhirnya, berjuanglah dia bersama-sama bangsa itu.
Mau tahu, dia dapat tanah Kanaan berapa tahun setelah dia bertekad untuk 'optimis' sambil 'berjuang'?
Empat puluh lima tahun kemudian! Lama banget ya buah 'optimis' dan 'perjuangannya', tapi itulah, buah-buah dari tidak menyerah, buah-buah dari tidak mengeluh, pasti ada janji Allah yang digenapi.

Seperti proses melamar kerja yang tadi siang aku jalani. Aku sudah dua kali melamar pekerjaan. Kedua-duanya tidak diterima. Pertama aku melamar untuk keja part-time di toko cake. Ditolak. Alasan utamanya jelas, aku tidak kreatif dan tidak siap. Kedua, aku melamar jadi MC, kali ini aku  siap, namun karena kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan aku mungkin tidak diterima. Aku masih optimis, aku yakin tidak sekarang akan digenapi, mungkin 'empatpuluhlima' tahun kemudian, atau tidak sekarang. Prosesnya harus dinikmati, dijalani, disyukuri, harus bahagia. Itu ajah nantinya.
Optimis seperti Kaleb dan suatu hari nanti jadi menantu yang baik seperti Rut =D

Izinkan aku mudah lupa tentang dia yang tidak mau berusaha
Izinkan aku mudah lupa tentang komunikasi-komunikasi yang pernah ada.

Rabu, 26 Februari 2014

Tentang Patah Hati

Aku patah hati. Setelah didekati lalu ditinggal pergi
Aku patah hati. Setelah dibohongi dan kejujuranpun tidak ada lagi.
Aku patah hati. Mencoba bangkit lagi itu sulit sekali. Entah harus bagaimana lagi.
Mungkin selama ini aku menutupi, masih mencari kejelasan yang pasti, dan menunggu kedatangannya lagi.
Tidak ada kejelasan selama ini, aku bodoh sekali. Iya aku bodoh sekali.
Sudah tahu kamu hanya ingin bermain-bermain, aku dengan bahagianya berharap bahwa kamu akan menyayangi dengan setulus hati.
Aku patah hati. Merasa dipecundangi, merasa dibodohi.
Aku patah hati. Sudah mengharapkan yang tidak pasti.
Aku patah hati. Menanti janji-janji yang tak kunjung digenapi.
Aku patah hati. Komunikasi kita sudah jarang sekali terjadi. Hampir berminggu-minggu setelah resmi, aku  berusaha tidak membenci.
Aku patah hati. Mengapa waktu cepat sekali berlalu dan kamu lama kembali.
Aku patah hati. Sudah banyak tanda-tanda bahwa aku harus menjaga diri, namun aku keras kepala dan tetap menanti. Seakan-akan kamu akan datang membawa yang aku harapkan pasti terjadi.
Aku patah hati. Kamu dengan dia tanpa pernah aku tahu sudah berapa lama sampai sekarang ini.
Aku patah hati. Karena masa lalu, masa kini, asal jangan sampai masa nanti.
Tentang patah hati, aku mencoba bangkit lagi. Hal yang paling terpuruk lebih dari ini pernah kualami. Masakan aku menyerah dan bersedih sebegini. Aku tidak pernah seserius ini, namun kamu main pergi, aku mengeja dalam hati, namamu sudah pasti. Tuhan tidak pernah lupa janji, Ia pasti membawa seseorang yang baik hati datang di suatu hari nanti.

Selasa, 04 Februari 2014

Saya dan 31 tahun Teruna GPIB

Saya besar dan bertumuh di GPIB. Ke manapun saya pergi dan ketika tiba di hari minggu, saya akan langsung mencari GPIB. Entah mengapa saya tidak berniat pindah ke gereja lainnya, meskipun suara musik di sana terdengar lebih seru, khotbah yang lebih terlihat bersemangat, ataupun janji-janji di hari minggu yang terlihat lebih menggiurkan. Sekali lagi, ini karena hati yang sudah menetap di GPIB. Sehingga, jika di kemudian hari saya bertemu Petrus di dekat Pintu Sorga dan ditanyakan gereja di mana, saya pun tak ragu menjawab, nanti kalau saya sebutkan banyak gereja karena saya sering pindah-pindah gereja, Petrus nanti bingung mencatat.. hihi.. ini becanda. :p
Sedari kecil saya dibawa mama untuk rajin sekolah minggu, mendengarkan kisah-kisah Yesus yang seru dan menakjubkan. Saya juga pernah ikut drama natal, paduan suara anak-anak, ya walaupun suara saya pas-pasan, tapi Tuhan kan bukan juri untuk penilaian suara, Ia juri yang menilai hati kita saat bernyanyi.
Saya pun bersekolah minggu dari kelas satu sampai kelas enam dan tetap sekolah minggu di GPIB Maranatha Bandung.
Lalu saya masuk dunia remaja, masih di gereja yang sama, karena saya sudah dekat dengan beberapa orang, sehingga saya punya semacam 'ikatan' untuk terus bersama mereka. 
Dunia remaja saya dihabiskan di teruna, sebuah wadah untuk ibadah khusus remaja seusia saya pada waktu itu, dua belas tahun sampai tujuh belas atau delapan belas tahun. Umur yang masih sangat labil dan belum bisa mengontrol emosi.
Di sana saya belajar lagu-lagu baru, musik-musik baru, berkenalan dengan teman-teman baru, belajar berani berbicara mengungkapkan pendapat, dan mendapatkan suasana baru. Saya terus bertumbuh di GPIB Maranatha Bandung.
Saya senang sekali ikut kegiatan ini itu di teruna, akhirnya saya berani ikut acara-acara teruna yang mengikutsertakan dari GPIB-GPIB di Bandung. Saya akhirnya berkenalan dengan banyak orang. Kenal teman-teman SMA dan SMP dari tempat-tempat lain. Sebagai seorang remaja, saya juga sempat jatuh cinta, kata orang  "cinta pada pandangan pertama", karena saya menyukainya di saat pertama kali ikut serta acara kebersamaan antar gereja. Dia dari gereja lain dan masih GPIB. Saya tergila-gila padanya. Seiring waktu berlalu, ternyata itu merupakan bumbu remja yang cukup seru. Itu terjadi ketika saya masih dalam lingkup teruna dan hanya di teruna (catet) saya tergila-gila pada seseorang. Waktu itu namanya bukan Pelkat Persekutuan Teruna namun BPK Persekutuan Teruna.
Seperti gereja-gereja yang masih di bawah PGI, GPIB pun juga mewajibkan orang-orang untuk ikut katekisasi sebelum sidi. Sidi adalah pengakuan kita pribadi, jika kita akan setia pada Yesus sampai Tuhan Yesus datang kedua kalinya dan sah menjadi warga gereja. Sehingga sebelum kita berjanji atau mengaku, kita harus diajarkan mengenai banyak hal, mengenai sejarah gereja, menghapalkan pengakuan iman rasuli, mengerti tugas kita sebagai pengikut Kristus di dunia  yaitu diakonia, marturia, dan koikunia.
Saya pun ikut menjadi pelajar katekisasi, setiap hari minggu sesudah ibadah minggu kedua, wajib ikut kelas katekisasi. Walaupun saya sudah ikut katekisasi, di samping itu saya tetap ikut ibadah teruna pukul tujuh pagi, karena saya rasa umur saya memang masih enam belas tahun hampir ke tujuh belas tahun, tergolong masih remaja kan? Karena peraturan sinodal memang begitu adanya. Katekisasi bukan pelkat sendiri setau saya, karena tidak ada pelkat katekisasi di buku GPIB.
Akhirnya setelah di sidi, saya merasa wajib ikut pelayanan, karena tiga panggilan gereja yang tadi. Saya tidak ingin setelah di sidi, saya jadi lupa dari mana saya dibesarkan dan diajarkan mengenai kasih Yesus. Akhirnya, menjadi pelayan di Teruna adalah pilihan saya. Jangan tanya "kenapa?", karena saya juga tidak tahu jawabannya. Ada ikatan di sana, saya juga sulit mendefinisikannya, saya belajar banyak hal di sana, dan saya juga ingin membagi apa yang saya alami di teruna sebelumnya kepada adik-adik saya kelak.
Mungkin saya memang tidak punya banyak talenta, ketika melayani saya masih terbata-bata, karena harus pandai-pandai menjaga perasaan anak-anak remaja. Di sisi lain, pada waktu menjadi pelayan yang masih baru, saya juga sulit menjaga sikap, maklumlah... usia saya masih remaja ketika disidi.
Mungkin sikap saya juga masih kurang menyenangkan sampai sekarang, namun saya sedang belajar mengontrol itu semua. Menjadi seorang pelayan, menjadikan saya belajar banyak hal. Kedewasaan saya coba diasah dalam melayani Tuhan melalui anak-anak remaja. Belum berhasil memang namun bukankah kita harus terus belajar?
Tahun demi tahun saya pelayanan di teruna, usia teruna ternyata sudah menginjak dua puluh lima tahun lebih ketika saya ikut ambil bagian dalam pelayanan. Lalu usia teruna sekarang 31 tahun, saya melihat perkembangan remaja sekarang, saya jadi mengerti pada waktu itu mengapa pada saat saya usia teruna juga terlihat emosional, bahagia, labil, dan sebagainya. Dari mereka, anak-anak remaja saya belajar banyak hal. Keaktifan, kreatifitas, pendapat-pendapat yang ingin didengar, kelucuan mereka, kepolosan mereka, dan yang seru mengobrol dengan mereka, seakan-akan usia kita akan tetap remaja dan penuh semangat empat lima. 
Tidak selamanya pelayanan itu menyenangkan, kadang ada saja yang tidak membahagiakan. Keegoisan kadang diutamakan, sehingga pernah berpikir untuk berhenti dan keluar saja dari sana, namun magnet dari mana, saya akhirnya kembali lagi, kembali lagi, dan kembali lagi. Mungkin Tuhan ingin saya semakin belajar, semakin sabar, dan saya sedang mencoba. Kekompakan kakak-kakak pelayan mungkin menjadi salah satu faktornya, saya bersemangat di teruna.
Dan faktor lainnya.. mungkin saja karena saya anak tunggal dan saya ingin memiliki adik-adik yang supel dan super. Saya mendapatkannya di teruna :)
Tahunn lalu saya diteguhkan menjadi pelayan, sebelumnya saya memang tidak mau, dan terus menghindar karena masih ragu.  Karena saya seperti sudah ada ikatan, akhirnya saya mencoba menjadi pelayan. Sampai sekarang memang belum melakukan yang terbaik untuk Tuhan, namun saya ingin selalu mencoba melakukan dengan tulus, apapun itu. Saya sedang mencoba.
Sejak diteguhkan saya mulai belajar menjadi pembawa firman, kamu harus tau, sulitnya membawa firman, karena kita sedang mengajar kepada anak-anak remaja yang hatinya masih ke mana tak tentu, pikirannya entah ke mana saat sedang mendengarkan firman, atau saingan zaman sekarang adalah mereka lebih memilih bermain teknologi. Tantangan dan sukacita kadang hadir menjadi satu. Ketika membawa firman, kita juga harus melakukan firman itu, dan puji Tuhan saya sedang mencobanya, dan saya sudah melewati usia-usia mereka, jadi saya sedikit banyak mengerti problematika mereka sebagai remaja. Lalu mengajarkan bagaimana Firman Tuhan bisa diterapkan dalam kehidupan anak-anak remaja.
Sudah 31 tahun teruna, kira-kira enam tahun lalu saya melayani di sana, dan kira-kira sudah enam tahun pula saya merasakan kecewa dan bahagia. Namun remaja-remaja atau biasa disebut adik-adik teruna ini selalu membawa sukacita, curhat-curhat mereka, rasa ingin tahu mereka, pertanyaan mereka, kreatifitasan mereka, kadang membuat saya berdecak kagum. Mereka luar biasa, Tuhan pakai mereka anak-anak remaja untuk menjadi saksi di tengah-tengah perbedaan.
Tantangan dan sukacita itulah yang mungkin tidak saya temukan di pelkat lain.
Selamat ulang tahun Pelayanan Kategorial Persekutuan Teruna GPIB ke 31, terus maju dan berkarya untuk gereja, bangsa dan negara :)

Sabtu, 01 Februari 2014

Lihat Sekitar

Sore itu saya sengaja berjalan-jalan sendiri ke salah satu mal di kota Bandung dengan harapan dapat menghilangkan tumpukan penat yang ada di kepala dan yang ada di hati. Saya akui berjalan-jalan sendiri di sebuah mal tidak akan membuat masalah akan selesai atau penat hilang segera, tapi perlu kalian akui berjalan-jalan sendiri itu menyenangkan, betapapun tempatnya membosankan.
Sebenarnya saya tidak lama-lama di dalam mal itu, karena pendingin ruangan yang buruk di sana, membuat mata saya perih dan kepala saya sedikit pusing. Saya memutuskan untuk membeli sebuah roti dan berjalan-jalan ke toko-toko baju, mencobanya sendirian, tanpa membeli satu potongpun. Saya kan tidak berniat membeli, hanya berniat mencoba dan pergi. Ya siapa suruh baju-baju itu dipajang di situ.
Kemudian dengan semangat empat lima saya ke toko sepatu, mencobanya dan menaruh lagi. Agak sedih juga ketika melihat sepatunya cocok tapi dompet saya meronta tidak setuju.
Selebihnya saya duduk sendirian di tempat makan, mendengarkan beberapa anak SMA masih berpakaian seragam lengkap bercakap-cakap mengenai guru yang menyebalkan dan salah satu temannya yang pelit memberikan contekan kepada mereka. 
Melihat ke depan, beberapa perempuan dengan sepatu tinggi-tinggi, mengoprek hape mereka, seakan-akan kiri kanan mereka bukanlah teman mereka, padahal mereka bisa berbicara apa saja sambil kumpul-kumpul. Ya.. berbicara mengenai keadaan bangsa ini misalnya... dan itu pasti tidak mungkin terjadi, mereka terlalu sibuk dengan media sosial milik mereka sendiri.
Jauh ke belakang, saya melihat seorang laki-laki sedang merokok, tampaknya dia masih memegang perinsip "habis makan ya merokok". Lelaki itu menghabiskan satu batang lalu minum jus jeruk kemudian berlalu dari sana. 
Ada lagi seorang pemuda dan pacarnya, iya pacarnya perempuan kok, masih ada yang normal-tenang saja. Mereka sedang makan dengan lahapnya, saya rasa mereka terlalu bersikap 'bodo amat' terhadap orang di depannya, tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka berdua. Percakapan jarang keluar dari mereka, buat saya ini justru menarik. Mengobrol saat makan itu tidak benar adanya dan mereka masih menaatinya. Kadang aturan lama yang dianggap sudah tidak sesuai zaman justru menjaga kesehatan kita.
Satu gigitan lagi roti saya segera habis dan minuman yang saya pesan juga sudah setengah gelas. Keadaan di luar tentu masih panas, karena saya masuk mal ini sekitar pukul 11:00 dan sekarang masih pukul 12:00 artinya saya sudah satu jam di mal ini.
Sebelum beranja saya masih melihat sekeliling, orang-orang yang datang semakin banyak saja, mungkin karena jam makan siang sudah dimulai.
Saya menyandarkan punggung ke belakang dan menghabiskan satu tegukan lagi, lalu berencana pergi.
Tidak lama mata saya menangkap seseorang, dia sendirian di sudut food court itu. Saya mengalihkan pandangan dan saya akhirnya sadar, sedari tadi sudah diperhatikan oleh dua mata asing.
Lelaki itu berkaos hitam dan memakai kaca mata, saya cepat-cepat memutar kepala saya ke arah lain berharap kami tidak lagi saling memandang. 
Lelaki itu juga memutar kepalanya dan kembali memainkan ponselnya. Mungkin ia juga mengetik sesuatu di blognya.

Ternyata tidak hanya saya yang hobi melihat sekitar, orang lain juga memiliki hobi yang sama. Hanya saja kita terlalu angkuh, bahwa kita orang pertama yang melihat sesuatu dengan pandangan berbeda dan karena kita merasa lebih dulu melihat, kita tidak mendengar penjelasan orang lain.
Jadi, tidak selamanya kan seorang pengintai tidak punya saingan. Mata kita adalah mata yang bebas melihat ke mana saja, berguna untuk menemukan apa saja. Kejujuran, kebohongan, kebahagiaan, keganjilan semua dapat dilihat dengan mata. Namun jika kita bisa melihat sekitar dengan waktu yang lama, pergi sendirian, kita akan melihat hal yang berbeda dan hati kita akan menemukan yang berbeda.
Lihat sekitar, jangan tunjukkan dirimu dulu dan dengarkan orang lain. Pertukaran pikiranpun pasti terjadi dan manfaatnya akan dirasakan nanti.

Saya menarik tas saya dan keluar dari mal itu, tentu saja dengan rasa penasaran, "lelaki tadi menulis apa ya di ponselnya"

Jumat, 31 Januari 2014

Diri Sendiri

Jatuh cinta jangan ragu-ragu, nanti kamu selalu meracau.
Jatuh cinta jangan ditanya melulu-lulu, nanti kamu memilih yang salah karena diburu-buru.
Jatuh cinta itu tujuan. Jika tidak sanggup ke depan, lebih baik kembali dan jangan ragu-ragu untuk melupakan.
Jatuh cinta itu kehebatan untuk bertanya dan menjawab apa yang menjadi pilihan dalam perbedaan.
Jatuh cinta itu seperti mengaduk kopi, kamu tidak akan pernah tau apa yang terjadi, dan apa rasanya nanti.
Jatuh cinta itu berani mengungkapkan, kalaupun tidak kejadian, yang penting kamu tidak penasaran.
Jatuh cinta itu menjadi diri sendiri, jika kamu pura-pura, nanti kamu ditinggal pergi dan tetap saja sendiri.
Jatuh cinta itu jangan egois, karena kamu tahu cinta tidak selalu mengais namun memberi.
Jatuh itu sakit, cinta selalu terlihat lebih manis. Karena itulah jatuh selalu lebih dulu, lalu cinta menyusul sambil membawa sedikit janji-janji puitis.
Jatuh cinta itu masalah penantiaan. Jika kamu tahu yang dituju tak kunjung datang, beranjaklah, karena Tuhan mau kamu menjalani kebahagiaan lain.
Jatuh cinta itu sumber imajinasi, memang benar apa kata orang dulu "kamu tidak akan pernah tahu, tanpa merasakannya sendiri"
Jatuh cinta itu permasalahan sendiri, kamu memecahakannya sendiri, kamu merasakannya sendiri, kamu mencarinya sendiri, kamu menangis sendiri, kamu kacau sendiri, bahkan kadang kamu berjuang sendiri. Namun ada yang selalu kamu lupa, seharusnya kamu lebih dulu mencintai diri sendiri dan memperbaiki diri
Mungkin cinta yang pasti sedang menanti dan kalau kamu belum siap sejak dini, kamu akan kewalahan sendiri.
Jaga hatimu, cinta datang seperti pencuri.

Rabu, 29 Januari 2014

Salahkan Lensa Kamera!

Aku tidak bermaksud menipu siapapun. Sungguh.
Jika fotoku tidak semirip wajahku, aku tidak bermaksud menipu, atau mengedit foto-foto itu dengan meniruskan bagian pipinya, memancungkan hidungnya, tampak tinggi, atau yang lebih kacau tampak lebih dewasa dari aslinya.
Oh... God... udah tidak tahu lagi bagaimana bisa itu terjadi.
Terdengarnya seperti hal sepele dan berlebihan. Namun itu seakan-akan menjadi masalah utama.
Bertemu orang baru atau berharap orang lain melihatku sama seperti ketika mereka melihat fotoku atau aku justru kadang-kadang berharap mukaku seperti fotoku. Damn.
Ternyata sulit ya menerima hal-hal yang seharusnya tidak nyata, harus menjadi nyata.
Jadi, tolonglah.. itu bukan mauku harus berbeda dari sebuah foto, aku juga ingin, foto itu mencerminkan aku di dunia tanpa lensa kamera.
Salahkan lensa kamera, jika apa yang dilihat di dalam sana berbeda dari hasil di dunia nyata. Salahkan lensa kamera, membidikku begitu rupa. Salahkan lensa kamera :(
Jika kamu mau menerimaku hanya karena because fotoku, lebih baik berpikir ulanglah, karena bisa-bisa perbedaannya agak jauh.
Namun jika kamu menerimaku bukan karena fotoku, aku mungkin akan lebih percaya diri dari sebelumnya.
Aku sekarang sedang mengembangkan bakat percaya diri, yang harus dipupuk sedari dini.

Jumat, 24 Januari 2014

Terbiasa

"tresno jalaran soko kulino"
Ini pepatah Jawa yang terkenal banget, artinya juga sederhana saja Namun dampaknya memang ada.
"Cinta datang karena terbiasa". Terbiasa apa? Terbiasa bertemu, terbiasa berkomunikasi, terbiasa meminta bantuannya, terbiasa dan terbiasa. Sehingga ketika cinta itu pergi, pastilah ada rasa yang tidak 'biasa'. 
Hebatnya ada orang-orang yang cepat melupakan kebiasaannya. Mereka orang-orang tegar yang tahu hidup ini tidak hanya untuk hal-hal yang 'biasa' tapi juga hal-hal yang 'luar biasa'.
Asik banget nulis-nulis gini di tengah padatnya jadwal menulis skripsi.
Mungkin harus terbiasa menulis skripsi supaya jatuh cinta dengan skripsi, namun jangan-lama-lama harus segera bersidang cerai dengan skripsi. Supaya terbiasa bekerja di bawah tekanan. 

Baiklah.. mari mengingat pengalaman teman-teman yang sudah membuktikan pepatah jawa ini.
Mereka terbiasa diucapkan "selamat pagi" dari pesan singkat.
Mereka terbiasa diucapkan "semangat" dari sebuah jaringan komunikasi.
Mereka terbiasa bertemu.
Mereka terbiasa saling memaki akhirnya jatuh hati.
Mereka terbiasa saling mengunjungi.
Terbiasa...
Bagaimana mereka yang awalnya sudah lama 'sendiri' tiba-tiba harus terbiasa dengan adanya sesuatu yang 'baru'?
Di antara mereka pasti ada yang sudah menantikkan sejak lama sehingga mereka siap dengan 'kebiasaan baru', namun bagaimana dengan mereka yang tidak 'siap' rasa-rasanya pasti agak rancu.
Sebenarnya  menerima perubahan itu akan 'biasa' pada akhirnya kalo intensitas untuk menjadi 'biasa' lebih sering terjadi. Buat mereka yang tidak siap, mungkin dengan adanya intensitas komunikasi, pertemuan, perbincangan, menyemangati, menghibur satu dengan yang lain akan ada rasa 'biasa' bagi mereka yang belum 'terbiasa'.
Jangan tanya aku. Kalau aku, bagaimana mau 'terbiasa', komunikasi jarang ada, dan rasanya masih timbul tenggelam. Mungkin nanti Tuhan punya cara untuk membuat aku 'terbiasa' entah kapan...
alon-alon asal klakon :)

Senin, 13 Januari 2014

Percakapan Gak Penting

Hari senin yang mendung menjadi latar percakapan kami. Setelah makan siang, aku memutuskan untuk leyeh-leyeh dulu di dekat kamar mama. Sambil mama menyetrika, aku dan mama mengobrol santai. Tentang keluarga, tentang hal-hal sepele, seperti dulu waktu mama lomba kebaya, make up di mana, soalnya dia cantik banget waktu itu, ngobrol-ngobrol nanti pake kebaya warna apa buat wisuda kelak, habis itu diomelin, jangan kebanyakan mikir pake kebaya model apa dan warna apa, tapi pikirkanlah revisian!
Oke baiklah.
 Habis itu dimarahin, gara-gara mikirin jalan-jalan melulu. Oh God, I love travelling and i can't stop my imagination for not speaking about that.
Mamapun giliran bercerita, ini sih awalnya ngobrolin keluarga si bos yang ngajak mama ke undangan nikahannya orang batak di sebuah hotel mewah di Bandung. Hahaha...
Sambil manyun, gara-gara mama cerita di sana banyak makanan yang enak-enak, akhirnya aku mikir sesuatu dan berani bertanya "waktu itu kok heni gak diajak? Emang heni lagi di mana?"
Si mama sambil lalu ke dapur nyeletuk "Gak tau. Heni kan bukan anak rumahan, kerjaannya keluyuran"
Oke fine....
Sebenarnya predikat 'keluyuran' udah dari zaman masih SMP. Orang lain, kalau pulang sekolah langsung pulang, atau pergi les privat, heni kalo pulang sekolah, hehehe.... tau gak ke mana? Lembang. Ke rumah teman, metik stroberi, leyeh-leyeh dan pulang setelah jam 19:00 malam.
Setelah banyak kejadian geng motor di Bandung, aku jarang keluyuran lagi, suer... bukan karena takut gelap atau karena hantu-hantu di Bandung yang belum ditertibkan, sebenarnya lebih takut sama manusia jahat yang berlebel geng motor. Akhirnya, keluyuranpun pindah ke lokasi lain.
Percakapan siang yang mendung hari ini emang gak penting banget, tapi kalau bikin mama frustasi sih sering, hahaha.. anaknya kalo ngomong pasti gak jauh-jauh soal sepatu, baju, dan jalan-jalan. Lalu hujanpun turun dengan derasnya dan aku beranjak ke kamar menyalakan blanco.

Jumat, 10 Januari 2014

Perempuan di dekat toga kepala

Kadang menulis dalam kemacetan itu seru juga. Apalagi ketika hujan mulai turun deras dan jalanan macet total seperti sekarang ini.
Well... i'm talking with my brain and heart right now.
Tetiba terpikir, nanti kalau aku diwisuda, memakai toga, dan lulus dengan baik-baik saja. Siapa yang akan datang memberikan ucapan "selamat"?
Jawabannya "banyak"
My family of course.
Tapi family seperti apa sih? Atau siapa sih?
Jawabannya adalah "perempuan-perempuan tangguh"
Kata tantenku yg di Jakarta, "kalau bisa kamu undang mbah putri (nenek) juga pas wisuda"
Sebenarnya ada jeda diam yang cukup lama di kepalaku.
Semuanya perempuan. Mamaku, nenekku, dan seorang tante.
Tidak adakah laki-laki yang.akan hadir kelak?
Selain supir taksi yang mungkin, kami pakai taksinya untuk pergi ke Graha Sanusi.
Boleh aku sirik akan beberapa hal?
Yap... orang lain mungkin akan berfoto bersama ayah dan ibunya.
Kakak dan adiknya, atau mungkin pacarnya.
Jangan tanya aku?
Aku kan anak tunggal, dari satu ibu dan kekosongan sesosok ayah.
Sepupuku yang laki-laki aku tidak dekat dengan mereka, mana mungkin mereka datang.
Om dan pakdeku pun tidak mungkin.
Jadilah nanti semua yang di dalan foto album adalah perempuan-perempuan tangguh.
Pacar? Ha.... pertanyaanmu lucu sekali hati... agak lama sepertinya itu terjadi. Sampai Tuhan bilang "ini yang pasti"

Tapi perempuan-perempuan hebat itu lebih dari cukup, itu berarti sebuah pertanda masih ada kasih di antara kami semua. Perempuan, perempuan yang punya cita-cita.

Kamis, 09 Januari 2014

Gelas yang Jatuh

Kalau kamu pernah menonton sinteron, lalu melihat sebuah adegan gelas jatuh, pasti di saat bersamaan tokoh di dalam sinetron tersebut kecelakaan-lah, mati-lah, atau ada sesuatu yang buruk pasti terjadi di dalam adegan tersebut.
Malam ini aku berniat menyeduh kopi, begadang mengerjakan bab satu sebelum besok (mudah-mudahan) bertemu dosen pembimbing untuk revisi tahap pertama. Aku memang memikirkan seseorang sambil menyeduh kopi, aku taruh gelas yang sudah diisi kopi ke pinggir meja dekat dapur, namun entah mengapa, tangangku menyenggol sebuah gagang kain pel di pinggir meja tersebut, padah gerakan kain pel itu pelan, namun gelas yang di pinggir meja, jatuh lalu pecah.
Pertanda? Atau ya memang kebetulan?
Namun karena gelas jatuh itulah, akhirnya aku menulis kembali. Bisa-bisa aku terjebak dalam kebingunganku sendiri. 
Kalaupun pertanda seperti yang ada di sinteron-sinteron, aku tidak mau hal itu sampai terjadi. Jangan sampai, dia yang tengah kupikirkan semoga baik-baik saja.
Ada lagi pertanda kedua, umpanya saja gelas itu hatiku. Lalu memikirkan dia. Kemudian akhirnya pecah juga. Hancur berkeping-keping, berantakan.  Apakah itu pertanda, aku harus berhenti memikirkannya?
Apakah itu pertanda, kalau nanti aku memikirkannya terus menerus akhirnya hancur juga?
Kalaupun benar, lewat sebuah tanda gelas yang jatuh, aku akan mencoba melupakan. Pasti bisa.
Move on yang seperti zaman sekarang sudah digembar-gemborkan sudah kulakukan berkali-kali. Untuk kali ini pasti bisa. 
Kalau Tuhan "belum", jangan paksa Tuhan untuk menyentuh doamu, sehingga kamu dengan rakusnya, bertindak membodohi diri sendri.
Lagi pula beberapa minggu ini, kami tidak berkomunikasi, lalu apa yang harus diharapkan lagi?

Follow my Twitter @_heniie