Kamis, 09 Januari 2014

Gelas yang Jatuh

Kalau kamu pernah menonton sinteron, lalu melihat sebuah adegan gelas jatuh, pasti di saat bersamaan tokoh di dalam sinetron tersebut kecelakaan-lah, mati-lah, atau ada sesuatu yang buruk pasti terjadi di dalam adegan tersebut.
Malam ini aku berniat menyeduh kopi, begadang mengerjakan bab satu sebelum besok (mudah-mudahan) bertemu dosen pembimbing untuk revisi tahap pertama. Aku memang memikirkan seseorang sambil menyeduh kopi, aku taruh gelas yang sudah diisi kopi ke pinggir meja dekat dapur, namun entah mengapa, tangangku menyenggol sebuah gagang kain pel di pinggir meja tersebut, padah gerakan kain pel itu pelan, namun gelas yang di pinggir meja, jatuh lalu pecah.
Pertanda? Atau ya memang kebetulan?
Namun karena gelas jatuh itulah, akhirnya aku menulis kembali. Bisa-bisa aku terjebak dalam kebingunganku sendiri. 
Kalaupun pertanda seperti yang ada di sinteron-sinteron, aku tidak mau hal itu sampai terjadi. Jangan sampai, dia yang tengah kupikirkan semoga baik-baik saja.
Ada lagi pertanda kedua, umpanya saja gelas itu hatiku. Lalu memikirkan dia. Kemudian akhirnya pecah juga. Hancur berkeping-keping, berantakan.  Apakah itu pertanda, aku harus berhenti memikirkannya?
Apakah itu pertanda, kalau nanti aku memikirkannya terus menerus akhirnya hancur juga?
Kalaupun benar, lewat sebuah tanda gelas yang jatuh, aku akan mencoba melupakan. Pasti bisa.
Move on yang seperti zaman sekarang sudah digembar-gemborkan sudah kulakukan berkali-kali. Untuk kali ini pasti bisa. 
Kalau Tuhan "belum", jangan paksa Tuhan untuk menyentuh doamu, sehingga kamu dengan rakusnya, bertindak membodohi diri sendri.
Lagi pula beberapa minggu ini, kami tidak berkomunikasi, lalu apa yang harus diharapkan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow my Twitter @_heniie