Selasa, 18 Desember 2012

Buta Film, Ngomong Film

Gue bukan penikmat film. Bukan maniak film. Bukan pulak tukang komentator apalagi pengamat film. Baik film Indonesia maupun luar negeri. Ngobrol soal film sama gue nggak bakalan pernah nyambung. Pengetahuan gue soal film sangat terbatas. Karena uang buat jalan ke bioskop ajah gue gak punya.
Mulai rajin ke bioskop sejak masuk kuliah. Mau gak mau harus melek sama dunia perfilman, soalnya ada mata kuliah pengkajian film. Dulu, nonton di bioskop di salah satu mal deket kampus muraaaahh banget. Cuman 15ribu rupiah. Tapi sekarang naik lagi harganya.
Mulai rajin minjem film sana sini, beli film sana sini. Tapi tetap ajah sih... minjem film paling banyak dilakukan. Dana sangat terbatas untuk beli film atau nonton film dengan tujuan kesenangan, hiburan, dan pengetahuan
Pertama kali nonton film waktu zaman sekolah dasar, itu juga dibayarin sama salah satu anak kost, waktu itu nonton "Petualangan Sherina". Dan pertama kalinya naro mata ke layar tancep.
Film kedua, "Harry Potter and the ... ", itu juga nonton pas pertamanya ajah, sisanya nonton di bioskop kesayangan Anda, alias nonton di tv. Kecuali Harry Potter serial terakhir, baru itu nonton di bioskop.
Pernah nonton 3D .... cieeee gaya! Nontonnya pake kacamata segala *norak* tapi habis itu gak ke mana-mana seminggu, dana hilang lenyap. Kadang demi mau nonton 3D, pinjam uang teman dan dikembalikan dengan waktu yang tidak ditentukan. Beruntunglah punya teman yang pengertian :)

Di lingkungan pertemanan, paling gak nyambung soal diajak ngomong film, dari Indonesia, Asia, bahkan Amerika. Anti sama film horor, tapi penasaran, tapi daripada penasaran terus gak bisa tidur gara-gara kebayang melulu, mending anti ajah.
Gak pernah nonton di bioskop dalam agenda kencan. Paling sering sama teman-teman perempuan --"

Bahasan Utama
Sebenarnya gue ngeposting ini, pingin sedikit cuap-cuap soal film-film yang di mata gue itu bagus, dan Indonesia banget. Gak perlu lah gue menceritakan bagaimana kerennya film luar, karena itu sudah bi-a-sa.
Ada beberapa orang yang anti sama film-film Indonesia. Entah kenapa. Mungkin karena terlalu banyak horornya, dan horornya nggak banget. Maksudnya... tau sendiri lah kalian. Atau kualitasnya begini lah begitu lah.
Diingatan gue film Indonesia banget, pasti diangkat dari beberapa novel populer yang best seller.
Dan.. rata-rata emang gitu. Kalau pun nggak dari situ, film horor yang baguuuusss, kayak film "kuntilanak", atau "jalangkung" misalnya. Atau film yang nggak diterima di negeri sendiri, tapi dikasih tepuk tangan sama perfilman negara lain. Itu juga banyak. Seni dan seni nggak pernah ada batas.

Tadi sore, gue baru nonton film "5CM", gue tau itu film dari sebuah buku yang best seller, dan karena nggak semua buku bisa gue beli. Akhirnya membaca ajah gue nggak mampu. Ini nih.. baru minjem dari temen bukunya juga. Akhirnya gue nonton, karena kepancing sama foto-foto pemainnya di lokasi syuting. Gue bilang film ini ke-ren. Kenapa? Ya.. bagus... ceritanya memotivasi, lokasi film juga bagus, bagus gus gus gus!!!
Dan semenjak itu gue menganalisis, apa semua film harus berawal dari sebuah novel dulu ya. Apa memang itu yang bagus ya?
Lihat saja, film Indonesia bangkit dengan adanya "Laskar Pelangi" gue tonton ini pas SMA kelas 10
Latar film... liat deh, pemandangan men. Yang orang Indonesia sendiri pasti belum tau. Pulau Belitung, pantai, laut, dan indah. Segi tema budaya, pendidikan, moral, agama,persahabatan, semuanya ada.
Dan sekarang "5Cm" lihat pemandangan di film, itu alam Indonesia :)

Ini bisa jadi ciri khas film Indonesia. Kalau film Korea dengan kisah cinta yang bikin penonton bahagia,  Film India yang bisa nari-nari sambil hujan, dengan kain sari kebanggannya.
Kenapa Film Indonesia nggak bercirikhas dengan pemandangan dan budayanya. Karena setiap film dengan keindahan Indonesia, dan bercerita tentang persahabatan, dan budaya selalu diminati.
Inilah kenapa buku-buku zaman sekarang harus super duper berkualitas, karena ketika buku berkualitas, film juga akan mengikuti. Simbiosis mutalisme.

Oke gue setuju, buku selalu lebih bagus daripada filmnya. Selalu, dan memang begitu. Tapi tengok deh siapa sih penulis naskah film itu, penulisnya nggak lain nggak bukan ya penulis buku itu sendiri. Jadi mereka (re: penuli) punya pandangan, mana di dalam bagian buku yang menurut dia dianggap paling menarik.
Itu soal film Indonesia. Jangan ditanya.... tapi film "Harry Potter" bagus kok, gak kalah sama buku.
Realitas ajah, perfilman Indonesia masih mencoba berdiri, jadi jangan terus membandingkan. Lebih baik membangkitkan, dan menjadi lebih baik, caranya ya didukung dong :)
Sekian...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow my Twitter @_heniie