Jumat, 07 Desember 2012

Memaafkan dengan "Minta Maaf"

"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."
- Filipi 4:13

Sudah tiga hari, daku tersandung masalah sepele. Masalah yang sebenarnya cailah... dibesar-besarkan karena media sosial yaitu twitter. Perang alasan via sms berhari-hari. Capek loh, karena tulisan bisa saja menjadi sebuah salah tafsir.
Tapi ya sudahlah, karena toh sudah tahu bagaimana sifat sang pembuat masalah itu sendiri. 
Jadilah saya lebih baik meladeni baik-baik, awalnya.
Sebenarnya, teman-teman saya memberi saran untuk menjauhi saja si pembuat masalah, dan abaikan. Saya pikir, ya buat apalah menambah besar masalah. Apa keutungannya, membuat orang lain memendam kebencian pada diri kita (re: saya juga). Karena saya tahu, sang pembuat masalah masih berpikir seperti anak-anak remaja pada umumnya. lebih baik yang 'agak umur' mengalah saja.

Sebenarnya saya sakit hati dengan tulisan-tulisannya yang secara tidak langsung, itu untuk saya. Dia mengatakan saya munafik, penggemar ababil, cari keuntungan bla bla bla. 
(Hem... belum tau ajah dia, saya suka dengan negara itu sudah hampir tujuh tahun.) Tapi lupakan sejenak argumentasi bagian ini. Jangan biarkan kebencian menjadi tuan dalam hatimu.
Sebenarnya, bisa saja kan sakit hati itu berasal dari asumsi sendiri, bisa saja loh kita abaikan. Kata Pidi Baiq, hati ini kan tuannya diri sendiri, bisa kamu merasa sedih, kecewa, sakit hati, dan bahagia kamulah yang menentukan, karena kamu tuan untuk hatimu sendiri. Dan saya memilih untuk bahagia.

Setelah masalah ini berlarut-larut, dan saya mulai bosan, ditambah pula tidak ada kata sepakat untuk perdamaian, dan tidak terlontar kata maaf, membuat saya gemas. Lebih dahulu, saya ajukan kedua hal tersebut kepadanya."Maaf, dan bisakah berdamai?"
Awalnya dia masih beragumentasi lagi. Saya ajukan lagi "Oke. saya minta maaf. Bisakah berdamai?"
Kemudian dia terlihat enggan memaafkan. Namun, lebih baik berpikir positif saja, bahwa dia sudah mau berdamai. Titik. Berpikir positif supaya hati dan pikiran bersih. Jadi, saya anggap masalah selesai.

Kalau tidak mendapat masalah seperti ini, saya tidak akan mendapat perenungan panjang lebar. Kenapa sih waktu menerima suatu tawaran, tidak dipikirkan matang-matang, mengapa waktu itu saya masih bersikap sabar. Mengapa sih ~ tapi ada pepatah bilang, nasi sudah menjadi bubur, namun pasti Tuhan kasih kecap dan sambelnya.
Ya... maksudnya kalo udah terlanjur bermasalah, pasti Tuhan kasih sisi manisnya.
Lagipula untuk apa sih, melawan anak remaja yang masih dalam keadaan labil.
Mengalah saja kalo begitu.
Saya pikir mengalah adalah jalan terbaik daripada mendukung rasa benci semakin besar. Saya juga berpikir bahwa mengalah bukan kalah, saya sudah memenangi dengan mengontrol ego saya untuk mengerti betul situasi yang dihadapi.

Ketika memaafkan beralih fungsi menjadi orang yang pertama 'meminta maaf' saya rasa itu bukan sesuatu yang buruk. Mungkin karena saya yang melakukan 'meminta maaf'. Saya pikir, sakit hati ini harus dibayar segera. Jangan cuman menunggu lawanmu, untuk 'meminta maaf' lebih dahulu, karena akan percuma, masalah tidak akan pernah selesai. Sama sekali kamu gak terlihat lebih baik, kalau lawanmu 'meminta maaf', itu sama saja meruncing masalah.
Lebih baik, kamu dahulu yang meminta maaf, namun ingatlah hatimu juga harus berani bertaruh, logikamu harus berani beranjak dari kekuatan egois.
A negative mind will never give you a positive life.

Setidaknya, saya sudah bahagia menciptakan perdamaian, ya... itu pun jika perdamaian itu diterima dengan baik oleh pihak lawan. Minimal... lawan ikut mengevaluasi diri sendiri, kenapa sih musuh mau minta maaf. Mungkin ia akan berpikir bahwa si musuh bersalah, sehingga meminta maaf duluan, tidak apa-apa jika ia berpikir seperti itu,  toh pada hakikinya manusia memang selalu salah, yang benar itu cuman Pencipta semesta.

Dari kesemuanya, yang paling berat harus mengorbankan perasaanmu, untuk mengontrol egomu yang begitu tinggi. Kendalikan. perasaan bencimu. Saya rasa itu salah satu cara untuk membuat hidupmu lebih nyaman, dan terhindar dari argumen-argumen yang dibuat-buat dan tidak penting untuk dilontarkan, bahkan sama sekali tidak menjadi berkat. 
'Minta maaf' akan membuatmu semakin dewasa. Mengalah karena kalah, itu pepatah lama. Era modern seperti sekarang ini, ego adalah musuh terbesar, jadi jangan buat egomu mengendalikan permusuhan, dan kata 'minta maaf' sebagai puncak gengsimu. 
Well... pada akhirnya kembali ke perintah Bapa di Surga, lakukan segala sesuatu untuk Tuhan, seperti kamu melakukan permintaan maaf.

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23)

Awalnya sakit hati, namun sakit hati berubah menjadi sebatang pesan. 
Kemudian terbiasa, dan bertahan. Jangan biarkan ego mengendalikan.
Jika aku setara, apa upahku untuk masalah. 
Tidakkah hati gundah gelisah? Kalau sudah mengalah. 
Aku merasa, bebanku hilang seketika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow my Twitter @_heniie