Senin, 11 Februari 2013

Pengalaman Kekuatan Pikiran

Bukannya ingin berjika-jika atau berif-if ria, namun jika perasaan dan kekuatan pikiran terlalu tangguh untuk dipatahkan. Saya rasa benarlah jika mengikuti kata hati tidak pernah ada ruginya. Itu yang saya alami siang kemarin. 
Sebelum saya pulang ke Bandung dan memutuskan untuk mengabaikan perasaan negatif, sayapun berharap setiap saya bangun tidur, saya tidak melupakan kejadian ini. Sungguh. 
Dulu, pada saat pemilihan anggota Osis di SMA, saya bertingkah menyebalkan, mengesalkan, dan hampir-hampir membuat senior memboyong saya ke dalam eleminasi. Waktu pengumuman anggota pun dimulai, akhirnya saya tidak diterima. Perjuangan terhenti. Hati saya hancur (Oke, ini berlebihan, tapi itulah kenyataannya) rasanya sia-sialah pengorbanan saya selama ini. Menginap di sekolah, bukanlah perkara mudah. Dibangunkan pada pukul 02.00 dini hari juga bukan sesuatu yang gampang dilakukan. Apalagi saya hobi tidur sejak bayi.

Tapi pikiran saya dipertaruhkan. Waktu itu saya berpikir positif, pasti ini hanya sebuah akal-akal senior, saya bandel, tapi saya punya potensi. Oke itu pikiran saya. Saya pasti diterima. Nah.... ini kekuatan pikiran yang paling ekstrim.
Hingga terjadi suatu perjanjian, bahwa saya tidak akan percaya lagi kekuatan pikiran, jika apa yang saya pikirkan adalah salah. Oke.
Tetiba... saya dikalungkan suatu lambang penerimaan sebagai anggota Osis. Well.. mulut kan emang gak bisa dikontrol. Suatu hari senior bilang begini "Makannya berubah sikapnya"
Dan.... inilah jawaban saya, sehingga senior membanting pintu "emangnya superman pake berubah segala" *BRAK - pintu di banting dan saya kembali dipanggil*
Sejak saat itu, tetap saja saya nggak pernah sadar, kalau kata-kata saya sering menyinggung. Tapi ya sudahlah, bukankan pengalaman merupakan cara terbaik agar segala anggota tubuh semakin dijaga cara menggunakannya. Nggak bermaksud membenarkan diri, cuman mengubah sikap itu susah, lebih susah daripada masak pizza di kompor gas.

Begitu juga di lingkungan sosial yang satu dan yang lainnya. Ada ajah.. masalahnya. Contohnya, tentang bagaimana kekuatan pikiran waktu ingin pulang dan menyelesaikan segalanya pada hari minggu, dan kembali ke pelukan Kota Bandung. Rasanya beban, meninggalkan kota tempat kuliah kerja nyata. Firasat berbicara buruk. Firasat tergambar dan alam menimbangnya. Saya rasa.
Dan.. benarlah... seharusnya kepulangan ditunda. Seharusnya hari senin adalah hari baik. Seharusnya.
Sekali lagi kekuatan pikiran dipertaruhkan :)

Firasat dipertaruhkan. Firasat membenarkan. Firasat membuat tenang. Firasat mengubah segalanya. Firasat membuat putus asa. Firasat itu rasa nano-nano.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow my Twitter @_heniie